PERSEPSI SENSORI (Mata dan Telinga)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anatomi
dan Fisiologi Sistem Persepsi Sensori
Indra mempunyai
sel-sel reseptor khusus untuk mengenali perubahan lingkungan. Indra yang kita
kenal ada lima, yaitu:
1.
Indra penglihat (mata)
2.
Indra pendengar (telinga)
3.
Indra peraba (kulit)
4.
Indra pengecap (lidah)
5. Indra pencium (hidung).
Kelima indra
tersebut berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan luar, oleh karenanya
disebut eksoreseptor.
Reseptor yang
berfungsi untuk mengenali lingkungan dalam, misalnya nyeri, kadar oksigen atau
karbon dioksida, kadar glukosa dan sebagainya, disebut interoreseptor.
Sel-sel
interoreseptor misalnya terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi,
dinding saluran pencernaan, dinding pembuluh darah, dan lain sebagainya. Akan
tetapi, sesungguhnya interoreseptor terdapat di seluruh tubuh manusia.
Interoreseptor yang membantu koordinasi dalam sikap tubuh disebut kinestesis.
B.
Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang telah diberikan
oleh Ibu Dosen, dan juga untuk menmbah wawasan serta memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Sensori & Persepsi.
C.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi acuan dan pedoman dalam penyusanan dan
penyajian makalah ini sebagai berikut :
1.
Bagaimana Anatomi & Fisiologi dari mata dan telinga ?
2.
Bagaimana proses pengkajian Optalmik ?
3.
Bagaimana proses pengkajian kemampuan mendengar ?
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Fisiologi Mata
Secara
struktral anatomis, bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam
dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar.
Perhatikan gambar dibawah ini:
1.1
Struktur Mata Eksternal
A.
Kavum Orbita
Merupakan
rongga mata yang bentuknya seperti kerucut dengan puncaknya mengarah ke depan
dan ke dalam. Dinding rongga mata dibentuk oleh tulang:
1. Os
frontalis
2. Os
zigomatikum
3. Os
slenoidal
4. Os
etmoidal
5. Os
palatum
6. Os
lakrimal
Rongga mata mempunyai beberapa celah yang
menghubungkan rongga mata dengan rongga otak, rongga hitung, rongga etmoidalis
dan sebagainya.
Rongga bola mata ini berisi jaringan lemak, otot,
fasia, saraf, pembuluh darah dan aparatus lakrimalis.
B.
Alis
Dua potong kulit tebal yang
melengkung ditumbuhi oleh rambut pendek yang berfungsi sebagai pelindung mata
dari sinar matahari yang sangat terik dan sebagai alat kecantikan.
C.
Kelopak Mata (Palpebra)
Kelopak atau palpebra terdiri dari 2
bagian kelopak mata atas dan kelopak mata bawah, mempunyai fungsi melindungi
bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata
di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.
Kelopak mata dapat membuka diri
untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang dibutuhkan untuk
penglihatan.
Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.
Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang
tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir
tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
Lapisan luar
1. Sklera
Sklera
dikenal juga sebagai putih mata, merupakan 5/6 dinding luar bola mata dengan
ketebalan sekitar 1 mm. Sklera mempunyai struktur jaringan fibrosa yang kuat
sehingga mampu mempertahankan bentuk bola mata dan mempertahankan
jaringan-jaringan halus pada mata. Pada anak-anak, sklera akan terlihat
berwarna biru sedangkan pada orang dewasa akan terlihat seperti warna kuning
2.
Konjungtiva
Konjungtiva
adalah membrana mukosa (selaput lendir) yang melapisi kelopak & melipat ke
bola mata untuk melapisi bagian depan bola mata sampai limbus. Konjungtiva ada
2, yaitu konjungtiva palpebra (melapisi kelopak) dan konjungtiva bulbi
(menutupi bagian depan bola mata). Fungsi konjungtiva: memberikan perlindungan
pada sklera dan memberi pelumasan pada bola mata. Konjungtiva mengandung banyak
sekali pembuluh darah.
3.
Kornea
Kornea
adalah jaringan bening, avaskular, yang membentuk 1/6 bagian depan bola mata,
dan mempunyai diameter 11mm. Kornea merupakan kelanjutan dari sklera.
Lapisan
Tengah
1.
Koroid
Koroid
adalah membran berwarna coklat, yang melapisi permukaan dalam sklera. Koroid
mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel pigmen yang memberi warna gelap.
Fungsi koroid: memberi nutrisi ke retina dan badan kaca, dan mencegah refleksi
internal cahaya.
2.
Badan Siliar
Badan
siliar menghubungkan koroid dengan iris. Tersusun dalam lipatan-lipatan yang
berjalan radier ke dalam, menyusun prosesus siliaris yang mengelilingi tepi
lensa. Prosesus ini banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Badan siliaris
ini berfungsi untuk menghasilkan aquous humour.
3.
Iris
Iris
terdiri dari otot polos yang tersusun sirkuler dan radier. Otot sirkuler bila
kontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya sehingga melindungi
retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot radier dari tepi pupil, bila
kontraksi menyebabkan dilatasi pupil. Bila cahaya lemah, otot radier akan
kontraksi, shg pupil dilatasi utk memasukkan cahaya lebih banyak. Fungsi iris:
mengatur jml cahaya yang masuk ke mata dan dikendalikan oleh saraf otonom.
4.
Pupil
Merupakan ruang terbuka yang bulat pada iris yang
harus dilalui cahaya untuk dapat masuk ke anterior mata. Ukuran pupil dapat
berubah ecara refleksi yang dikendalikan otot-otot melingkar pada iris.
1.2
Sistem Lakrimal
Sistem sekresi
air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola
mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
1.
Sistem
produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal
terletak di temporo antero superior rongga orbita.
2.
Sistem
ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal
dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak dibagian depan rongga orbita.
Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam
meatus inferior.
Film
air mata sangat berguna
untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk ke dalam sakus lakrimal melalui
pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak menyinggung bola mata, maka air
mata akan keluar melalui margopalpebra yang disebut
epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan
dari kelenjar lakrimal Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal,
maka sebaiknya dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat
penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan
keluar melalui pungtum lakrimal.
1.3
Otot Mata
Gerakan mata dikontrol oleh enam otot okuler yang
dipersarafi oleh saraf kranial III, IV, dan VI.
Merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari 7 buah
otot, 6 buah otot diantaranya melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah
mengangkat kelopak mata ke atas.
1.
Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya
mengangkat kelopak mata.
2.
muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata,
fungsinya untuk menutup mata
3.
muskulus rektus okuli inferior ( otot sekitar mata )
fungsinya untuk menutup mata.
4.
muskulus rektus okuli medial (otot sekitar mata)
fungsinya menggerakkan mata dalam ( bola mata)
5.
muskulus obliques okuli inferior, fungsinya
menggerakkan bola mata ke bawah dan ke dalam.
6.
muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar
mata ke atas, ke bawah dan keluar.
Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus
komunis, yang merupakan sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus.
Strabismus (juling) disebabkan tidak seimbangnya atau paralisa kelumpuhan fungsi dari salah satu otot mata.
Strabismus (juling) disebabkan tidak seimbangnya atau paralisa kelumpuhan fungsi dari salah satu otot mata.
Otot Mata dan Pergerakannya serta Inervasinya.
No
|
Otot mata
|
Gerakan
|
Inervasi
|
1
|
M. Rectus
Superior
|
Elevasi (+ Abduksi)
|
N. III
(nervus Oculomotorius)
|
2
|
M. Rectus
Inferior
|
Depresi (+ Abduksi)
|
N. III
(nervus Oculomotorius)
|
3
|
M. Rectus
Lateralis
|
Abduksi
|
N. VI
(nervus Abducens)
|
4
|
M. Rectus
Medialis
|
Adduksi
|
N. III
(nervus Oculomotorius)
|
5
|
M.Obliquus
Superior
|
Rotasi medial (adduksi + depresi)
|
N. IV
(nervus Throchlearis)
|
6
|
M.Obliquus
Inferior
|
Rotasi lateral (adduksi + elevasi)
|
N. III
(nervus Oculomotorius)
|
1.4
Suplai Darah
Proses pengaliran darah di mata tidak jauh berbeda
dengan proses pada organ tubuh lainnya hanya saja sedikit lebih berbeda
perpaduan antara arteri dan vena.
Arteri
oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis.
Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.
1.5
Bola Mata
Bola mata terdiri atas :
a)
Dinding
bola mata
b)
Isi
bola mata.
Dinding bola mata
terdiri atas :
a)
Sclera
b)
Kornea
.
Isi bola mata
terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
a) Sklera merupakan bagian terluar yang
melindungi bola mata.
b)
Jaringan
uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar
yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor),
yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea
dan sklera.
c)
Lapis
ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan
lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat
terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola
mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pupil
saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka
akan robek dan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di belakang pupil yang
dipegang di daerah ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa
mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan di daerah makula lutea.
2. Pengkajian Optalmik
Perawat
menggunakan pendekatan sistematis, dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata
dan bola mata diperiksa terlebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal.
Teknik yang dipergunakan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakuakn dengan
instrument oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi dilakukan untuk mengkaji
nyeri tekan mata, deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta, serta
mendeteksi secara kasar tingkat tekanan intra okuler.
a)
Postur dan gambaran klien, catat
kombinasi pakaian yang tidak lazim, yang mungkin mengindikasikan colou
vision defect. Demikian juga karakteristik postur yang menarik perhatian
seperti mendongakan kepala yang dapat merupakan tanda sikap kompensasi untuk
memperoleh pandangan yang jelas. Sebagai contoh, klien dengan double vision
dapat mengangkat kepalanya ke satu sisi sebagai usaha untuk memfokuskan
pandanagn menjadi satu ( Vaughan, 1999 ).
b)
Kesimetrisan mata, observasi
kesimetrisan mata kanan dan kiri. Kaji kesimetrisan wajah klien untuk melihat
apakah kedua mata terletak pada jarak yang sama. Kaji letak mata pada orbit.
Periksa apakh salah satu mata lebih besar atau menonjol ke depan.
c)
Alis dan kelopak mata, aobservasi
kuantitas dan penyebaran bulu alis. Inspeksi kelopak mata, anjurkan pasien
melihat ke depan, bansingkan mata kiri dan kanan, anjurka pasien menutup kedua
mata, amati bentuk dan keadaan kulit dari kedua kelopak mata, serta pinggiran
kelopak mata, catat jika ada kelainan ( kemerahan ). Perhatikan keluasan mata
dalam membuka, catat adanya droping kelopak mata atas atau sewaktu membuka (
ptosis ).
d)
Bulu mata, periksa bulu
mata untuk posisi dan distribusinya. Selain berfungsi sebagai pelindung, juga
dapat menjadi iritan bagi mata bila menjadi panjang dan salah arah. Dan hal ini
dapat mengakibatkan iritan pada kornea. Orang yang emnderita depigmentasi
abnormal, albinisme, infeksi kronik, dan penyakit autoimun, bulu mata akan memutih
atau poliosis ( Vaughan, 1999 ).
e)
Kelenjar lakrimalis, observasi
bagian kelenjar lakrimal dengan cara meretraksi kelopak mata atas dan menyuruh
klien untuk melihat ke bawah. Kaji adanya edema pada kelenjar lakrimal, perawat
dapat emnekan sakus lakrimalis dekat pangkal hidung untuk memeriksa adanya
obstruksi duktus nasolakrimalis, jika di dalamnya terdapat peradangan akan
keluar cairan pungtum lakrimalis. Punktum lakrimalis dapat diobservasi dengan
cara menarik kelopak mata bawah secara halus melalui pipi. ( Potter, 2006 ).
f)
Konjungtiva dan sclera, sclera dan
konjungtiva bulbaris diinspeksi secara bersama. Jika pada konjungtiva palpebra
klien dicurigai kelainan, palpebra atas and bawah harus dibalik. Palpebra bawah
dibalik denagn cara menarik batas atas kea rah pipi sambil klien dianjurkan
untuk melihat ke atas. ( Brunner, 2002 ). Amati keadaan konjungtiva, kantong
konjungtiva bagian bawah, catat bila ada pus atau warna tidak normal seperti
anemis. Kaji warna sclera, pada keadaan normal berwarna putih. Warna kekuning –
kuningan dapat mengindikasikan jaundis/ikterik atau masalah sistemik.
g)
Kornea, observasi
dengan cara memberikan sinar secara serong dari beberapa sudut. Korne
seharusnya transparan, halus, jernih dan bersinar. Observasi adanya kekeruhan
yang mungkin adalah infiltrate atau sikatrik akibat trauma atau cedera.
Cikatrik kornea dapat berupa nebula ( bercak seperti awan yang hanya dapat
dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan ). Macula ( bercak putih yang dapat
dilihat di kamar terang ) dan leukoma ( bercak putih seperti porselen yang
dapat dilihat dari jarak jauh). Jika klien sadar juga dapat dilakukan reflek
berkedip.
h) Pupil, amati warna
iris ukuran dan bentuk pupil yang bulat dan teratur. Pupil yang tidak bulat dan
teratur akibat perlengketan iris dengan lensa/kornea (sinekkia). Lanjutkan pengkajian
terhadap reflek cahaya. Pupil yang normal akan berkontriksi secara reguler dan
konsentris,efek tidak langsung,pupil mengecil pada penyinaran mata
disebelahnya. Reaksi yang lambat atau tidak adanya reaksi dapat terjadi pada
kasus peningkatan tekanan intrakranial (bentuk normal: isokor, pupil yang
mengecil (<2mm) disebut miosis, amat kecil disebut : pinpoint,
sedangkan yang melebar (>5mm)disebutmidriasis).Nyatakan
besarnya pupil dalam mm ( normalnya 2-5mm). Pemeriksaan pupil normal biasanya
didokumentasikan dan disingkat PERRLA : Pupil Equal Round and Reaktif to
Light and Accomodation (pupil seimbang, bulat, dan bereaksi terhadap cahaya
dan akomodasi).
3. Anatomi Fisiologi Telinga
1.1
Anatomi telinga luar
Telinga luar terdiri
dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari
telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani
(gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih
setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun
terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus
telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius
eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan
dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan
menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter.
Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit
terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.
Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal
mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi
seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga
mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya
mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
1.2
Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang
telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga
tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis
aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm
dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga
tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang
telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan
beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu
malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot,
dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval
dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan
telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara
dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela
bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh
yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun
jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat
mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm panjangnya sekitar 35
mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver
Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk
sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan
atmosfer.
1.3
Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam
tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea)
dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus
fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang
labirint.
Ketiga kanalis
semisi posterior, superior dan lateral terletak
membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan
dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini
distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu.
Percepatan
angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan
merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas
elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke
otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut
utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke
otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus
koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus
vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus,
menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus
ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus
kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan
darah ke batang otak
1.4
Keseimbangan dan Pusing
Keseimbangan
Kelainan sisten keseimbangan dan
vestibuler mengenai lebih dari 30
juta
orang Amerika yang berusia 17 tahun ke atas dan mengakibatkan lebih dari
100.000 patah tulang panggul pada populasi lansia setiap tahun.
Keseimbangan badan dipertahankan oleh kerja sama otot dan sendi tubuh (sistem proprioseptif), mata (sistem visual), dan labirin (sistem vestibuler). Ketiganya membawa informasi me¬ngenai keseimbangan, ke otak (sistem serebelar) untuk koordinasi dan persepsi korteks serebelar. Otak, tentu saja, mendapatkan asupan darah dari jantung dan sistem arteri. Satu gangguan pada salah satu dari daerah ini seperti arteriosklerosis atau gangguan penglihatan, dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan.
Aparatus vestibularis telinga tengah memberi unipan balik menge¬nai gerakan dan posisi kepala, mengkoordinasikan semua otot tubuh, dan posisi mata selama gerakan cepat gerakan kepala.
Keseimbangan badan dipertahankan oleh kerja sama otot dan sendi tubuh (sistem proprioseptif), mata (sistem visual), dan labirin (sistem vestibuler). Ketiganya membawa informasi me¬ngenai keseimbangan, ke otak (sistem serebelar) untuk koordinasi dan persepsi korteks serebelar. Otak, tentu saja, mendapatkan asupan darah dari jantung dan sistem arteri. Satu gangguan pada salah satu dari daerah ini seperti arteriosklerosis atau gangguan penglihatan, dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan.
Aparatus vestibularis telinga tengah memberi unipan balik menge¬nai gerakan dan posisi kepala, mengkoordinasikan semua otot tubuh, dan posisi mata selama gerakan cepat gerakan kepala.
Pusing
sering digunakan pada pasien dan pemberi
perawatan kesehatan untuk menggambarkan stiap gangguan sensasi orientasi ruang,
namun tidak spesifik dan tidak bisa menggambarkan dengan jelas. Karena gangguan
keseimbangan adalah sesuatu yang hanya bisa dirasakan oleh pasien, penting
untuk menentukan apa gejala yang sebenrnya dirasakan oleh pasien.
1.5
Prinsip Fisiologi yang Mendasari Konduksi bunyi
Bunyi memasuki
telinga melalui kanalis auditorius ekternus dan menyebabkan membrana timpani
bergetar Getaran menghantarkan suara, dalam bentukm energi mekanis, melalui
gerakan pengungkit osikulus oval. Energi mekanis ini kemudian dihantarkan
cairan telinga dalam ke koklea, di mana akani menjadi energi elektris. Energi
elektris ini berjalan melalui nervus vestibulokoklearis ke nervus sentral, di
mana akan dianalisis dan diterjemahkan dalam bentuk akhir sebagai suara.
Selama proses
penghantaran,gelombang suara menghadapi masa yang jauh lebih kecil, dari
aurikulus yang berukuran sampai jendela oval yang sangat kecil, yang meng
batkan peningkatan amplitudo bunyi.
1.6
Kehilangan Pendengaran
Ada dua jenis
kehilangan pendengaran.
1.
Kehilangan konduktif
Biasanya terjadi
akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi serumen, atau kelainan telinga
tengah, seperti otitis media atau otosklerosis. Pada keadaan seperti itu,
hantaran suara efisien suara melalui udara ke telinga dalam terputus.
2.
Kehilangan sensoris
Melibatkan kerusakan
koklea atau saraf vestibulokoklear. Selain kehilangan konduktsi dan sensori
neural, dapat juga terjadi kehilangan pendengaran campuran begitu juga
kehilangan pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan suara campuran
mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat disfungsi konduksi
udara maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fung¬sional (atau psikogenik)
bersifat inorganik dan tidak berhubungan dengan perubahan struktural mekanisme
pendengaran yang dapat dideteksi biasanya sebagai manifestasi gangguan
emosional.
4. Pengkajian Kemampuan mendengar
Pemeriksaan
Telinga.
Telinga luar diperiksa dengan inspeksi
dan palpasi lang-sung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga
tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop
pneumatic
1. Pengkajian
Fisik.
Inspeksi
telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya
v deformitas,
lesi,
v cairan
begitu pula ukuran,
v simetris
dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak
menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis
eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat
menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior.
Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada
pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjuk¬kan
adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur
wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius
eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.
v Otoskop
dipegang dengan satu tangan semen¬tara aurikulus dipegang dengan tangan lainnya
dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini
akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa
melihat lebih jelas membrana timpani.
v Spekulum
dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata didekatkan
ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum
terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa)
dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal
kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan
harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri.
GAMBAR Teknik untuk
menggunakan otoskop.
v
Setiap adanya cairan, inflamasi,
atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
v
Membrana, timpani sehat berwarna
mutiara keabuan
pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
v
Gerakan memutar lambat spekulum
memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan malleus dan daerah perifer. dan
warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi kerucut cahaya
dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga tengah harus
dicatat.
v
Pemeriksaan otoskop kanalis
auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi
kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis
eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.
v
Bila serumen sangat lengket maka
sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis
telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
2.
Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara
efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan
v
Bisikan kata atau detakan jam
tangan.
v
Bisikan lembut dilakukan oleh
pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing
telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
v
pemeriksa menutup telinga yang tak
diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang
tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal
dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam
tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri
(dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam
tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan
menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka
kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara
mengkaji ketajaman auditorius.
3.
Penggunaan uji Weber dan Rinne
Memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif
dengan kehilangan sensorineural
Uji Weber memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya
lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan
pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi
atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di
telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan
mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara
terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif
(otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang
sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga
akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan
sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran
unilateral.
DAFTAR PUSTAKA
Tanggal 23-02-2013. Pukul 12.41
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2009. h:1-12.
Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit
Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.
tanggal 23-02-2013, 04:41 WIB
http _aianpramadhan.blogspot.com_ Dunia Bocah Keperawatan.htm
tanggal 23-02-2013, 05.31
Komentar
Posting Komentar