PERSEPSI SENSORI (Mata dan Telinga)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Anatomi dan Fisiologi Sistem Persepsi Sensori
Indra mempunyai sel-sel reseptor khusus untuk mengenali perubahan lingkungan. Indra yang kita kenal ada lima, yaitu:
1.      Indra penglihat (mata)
2.      Indra pendengar (telinga)
3.      Indra peraba (kulit)
4.      Indra pengecap (lidah)
5.      Indra pencium (hidung).
Kelima indra tersebut berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan luar, oleh karenanya disebut eksoreseptor.
Reseptor yang berfungsi untuk mengenali lingkungan dalam, misalnya nyeri, kadar oksigen atau karbon dioksida, kadar glukosa dan sebagainya, disebut interoreseptor.
Sel-sel interoreseptor misalnya terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi, dinding saluran pencernaan, dinding pembuluh darah, dan lain sebagainya. Akan tetapi, sesungguhnya interoreseptor terdapat di seluruh tubuh manusia. Interoreseptor yang membantu koordinasi dalam sikap tubuh disebut kinestesis.
B.     Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Ibu Dosen, dan juga untuk menmbah wawasan serta memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sensori & Persepsi.
C.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi acuan dan pedoman dalam penyusanan dan penyajian makalah ini sebagai berikut :
1.      Bagaimana Anatomi & Fisiologi dari mata dan telinga ?
2.      Bagaimana proses pengkajian Optalmik ?
3.      Bagaimana proses pengkajian kemampuan mendengar ?
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI
1.      Anatomi Fisiologi Mata
Secara struktral anatomis, bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar. Perhatikan gambar dibawah ini:
1.1    Struktur Mata Eksternal
A.    Kavum Orbita
Merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut dengan puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam. Dinding rongga mata dibentuk oleh tulang:
1. Os frontalis
2. Os zigomatikum
3. Os slenoidal
4. Os etmoidal
5. Os palatum
6. Os lakrimal
Rongga mata mempunyai beberapa celah yang menghubungkan rongga mata dengan rongga otak, rongga hitung, rongga etmoidalis dan sebagainya.
Rongga bola mata ini berisi jaringan lemak, otot, fasia, saraf, pembuluh darah dan aparatus lakrimalis.


B.     Alis
Dua potong kulit tebal yang melengkung ditumbuhi oleh rambut pendek yang berfungsi sebagai pelindung mata dari sinar matahari yang sangat terik dan sebagai alat kecantikan.
C.     Kelopak Mata (Palpebra)
Kelopak atau palpebra terdiri dari 2 bagian kelopak mata atas dan kelopak mata bawah, mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.
Kelopak mata dapat membuka diri untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan.
Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
Lapisan luar
1.      Sklera
Sklera dikenal juga sebagai putih mata, merupakan 5/6 dinding luar bola mata dengan ketebalan sekitar 1 mm. Sklera mempunyai struktur jaringan fibrosa yang kuat sehingga mampu mempertahankan bentuk bola mata dan mempertahankan jaringan-jaringan halus pada mata. Pada anak-anak, sklera akan terlihat berwarna biru sedangkan pada orang dewasa akan terlihat seperti warna kuning
2.      Konjungtiva
Konjungtiva adalah membrana mukosa (selaput lendir) yang melapisi kelopak & melipat ke bola mata untuk melapisi bagian depan bola mata sampai limbus. Konjungtiva ada 2, yaitu konjungtiva palpebra (melapisi kelopak) dan konjungtiva bulbi (menutupi bagian depan bola mata). Fungsi konjungtiva: memberikan perlindungan pada sklera dan memberi pelumasan pada bola mata. Konjungtiva mengandung banyak sekali pembuluh darah.
3.      Kornea
Kornea adalah jaringan bening, avaskular, yang membentuk 1/6 bagian depan bola mata, dan mempunyai diameter 11mm. Kornea merupakan kelanjutan dari sklera.
Lapisan Tengah
1.      Koroid
Koroid adalah membran berwarna coklat, yang melapisi permukaan dalam sklera. Koroid mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel pigmen yang memberi warna gelap. Fungsi koroid: memberi nutrisi ke retina dan badan kaca, dan mencegah refleksi internal cahaya.
2.      Badan Siliar
Badan siliar menghubungkan koroid dengan iris. Tersusun dalam lipatan-lipatan yang berjalan radier ke dalam, menyusun prosesus siliaris yang mengelilingi tepi lensa. Prosesus ini banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Badan siliaris ini berfungsi untuk menghasilkan aquous humour.
3.      Iris
Iris terdiri dari otot polos yang tersusun sirkuler dan radier. Otot sirkuler bila kontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya sehingga melindungi retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot radier dari tepi pupil, bila kontraksi menyebabkan dilatasi pupil. Bila cahaya lemah, otot radier akan kontraksi, shg pupil dilatasi utk memasukkan cahaya lebih banyak. Fungsi iris: mengatur jml cahaya yang masuk ke mata dan dikendalikan oleh saraf otonom.


4.      Pupil
Merupakan ruang terbuka yang bulat pada iris yang harus dilalui cahaya untuk dapat masuk ke anterior mata. Ukuran pupil dapat berubah ecara refleksi yang dikendalikan otot-otot melingkar pada iris.
1.2    Sistem Lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
1.      Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita.
2.      Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di­bagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.
Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk ke dalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margopalpebra yang disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan dari kelenjar lakrimal Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
1.3    Otot Mata
Gerakan mata dikontrol oleh enam otot okuler yang dipersarafi oleh saraf kranial III, IV, dan VI.
Merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot diantaranya melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas.
1.      Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat kelopak mata.
2.      muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata
3.      muskulus rektus okuli inferior ( otot sekitar mata ) fungsinya untuk menutup mata.
4.      muskulus rektus okuli medial (otot sekitar mata) fungsinya menggerakkan mata dalam ( bola mata)
5.      muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakkan bola mata ke bawah dan ke dalam.
6.      muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah dan keluar.
Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus.
Strabismus (juling) disebabkan tidak seimbangnya atau paralisa kelumpuhan fungsi dari salah satu otot mata.
Otot Mata dan Pergerakannya serta Inervasinya.
No
Otot mata
Gerakan
Inervasi
1
M. Rectus Superior
Elevasi (+ Abduksi)
N. III
(nervus Oculomotorius)
2
M. Rectus Inferior
Depresi (+ Abduksi)
N. III
(nervus Oculomotorius)
3
M. Rectus Lateralis
Abduksi
N. VI
(nervus Abducens)
4
M. Rectus Medialis
Adduksi
N. III
(nervus Oculomotorius)
5
M.Obliquus Superior
Rotasi medial (adduksi + depresi)
N. IV
(nervus Throchlearis)
6
M.Obliquus Inferior
Rotasi lateral (adduksi + elevasi)
N. III
(nervus Oculomotorius)


1.4    Suplai Darah
Proses pengaliran darah di mata tidak jauh berbeda dengan proses pada organ tubuh lainnya hanya saja sedikit lebih berbeda perpaduan antara arteri dan vena.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.
1.5    Bola Mata
Bola mata terdiri atas :
a)      Dinding bola mata
b)      Isi bola mata.
Dinding bola mata terdiri atas :
a)      Sclera
b)      Kornea .
Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
a)      Sklera merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
b)      Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh para­simpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasim­patis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.
c)      Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsang­an pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator­nya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.
2.      Pengkajian Optalmik
Perawat menggunakan pendekatan sistematis, dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata diperiksa terlebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal. Teknik yang dipergunakan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakuakn dengan instrument oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata, deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta, serta mendeteksi secara kasar tingkat tekanan intra okuler.
a)      Postur dan gambaran klien, catat kombinasi pakaian yang tidak lazim, yang mungkin mengindikasikan colou vision defect. Demikian juga karakteristik postur yang menarik perhatian seperti mendongakan kepala yang dapat merupakan tanda sikap kompensasi untuk memperoleh pandangan yang jelas. Sebagai contoh, klien dengan double vision dapat mengangkat kepalanya ke satu sisi sebagai usaha untuk memfokuskan pandanagn menjadi satu ( Vaughan, 1999 ).
b)      Kesimetrisan mata, observasi kesimetrisan mata kanan dan kiri. Kaji kesimetrisan wajah klien untuk melihat apakah kedua mata terletak pada jarak yang sama. Kaji letak mata pada orbit. Periksa apakh salah satu mata lebih besar atau menonjol ke depan.
c)      Alis dan kelopak mata, aobservasi kuantitas dan penyebaran bulu alis. Inspeksi kelopak mata, anjurkan pasien melihat ke depan, bansingkan mata kiri dan kanan, anjurka pasien menutup kedua mata, amati bentuk dan keadaan kulit dari kedua kelopak mata, serta pinggiran kelopak mata, catat jika ada kelainan ( kemerahan ). Perhatikan keluasan mata dalam membuka, catat adanya droping kelopak mata atas atau sewaktu membuka ( ptosis ).
d)     Bulu mata, periksa bulu mata untuk posisi dan distribusinya. Selain berfungsi sebagai pelindung, juga dapat menjadi iritan bagi mata bila menjadi panjang dan salah arah. Dan hal ini dapat mengakibatkan iritan pada kornea. Orang yang emnderita depigmentasi abnormal, albinisme, infeksi kronik, dan penyakit autoimun, bulu mata akan memutih atau poliosis ( Vaughan, 1999 ).
e)      Kelenjar lakrimalis, observasi bagian kelenjar lakrimal dengan cara meretraksi kelopak mata atas dan menyuruh klien untuk melihat ke bawah. Kaji adanya edema pada kelenjar lakrimal, perawat dapat emnekan sakus lakrimalis dekat pangkal hidung untuk memeriksa adanya obstruksi duktus nasolakrimalis, jika di dalamnya terdapat peradangan akan keluar cairan pungtum lakrimalis. Punktum lakrimalis dapat diobservasi dengan cara menarik kelopak mata bawah secara halus melalui pipi. ( Potter, 2006 ).
f)       Konjungtiva dan sclera, sclera dan konjungtiva bulbaris diinspeksi secara bersama. Jika pada konjungtiva palpebra klien dicurigai kelainan, palpebra atas and bawah harus dibalik. Palpebra bawah dibalik denagn cara menarik batas atas kea rah pipi sambil klien dianjurkan untuk melihat ke atas. ( Brunner, 2002 ). Amati keadaan konjungtiva, kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila ada pus atau warna tidak normal seperti anemis. Kaji warna sclera, pada keadaan normal berwarna putih. Warna kekuning – kuningan dapat mengindikasikan jaundis/ikterik atau masalah sistemik.
g)      Kornea, observasi dengan cara memberikan sinar secara serong dari beberapa sudut. Korne seharusnya transparan, halus, jernih dan bersinar. Observasi adanya kekeruhan yang mungkin adalah infiltrate atau sikatrik akibat trauma atau cedera. Cikatrik kornea dapat berupa nebula ( bercak seperti awan yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan ). Macula ( bercak putih yang dapat dilihat di kamar terang ) dan leukoma ( bercak putih seperti porselen yang dapat dilihat dari jarak jauh). Jika klien sadar juga dapat dilakukan reflek berkedip.
h)      Pupil, amati warna iris ukuran dan bentuk pupil yang bulat dan teratur. Pupil yang tidak bulat dan teratur akibat perlengketan iris dengan lensa/kornea (sinekkia). Lanjutkan pengkajian terhadap reflek cahaya. Pupil yang normal akan berkontriksi secara reguler dan konsentris,efek tidak langsung,pupil mengecil pada penyinaran mata disebelahnya. Reaksi yang lambat atau tidak adanya reaksi dapat terjadi pada kasus peningkatan tekanan intrakranial (bentuk normal: isokor, pupil yang mengecil (<2mm) disebut miosis, amat kecil disebut : pinpoint, sedangkan yang melebar  (>5mm)disebutmidriasis).Nyatakan besarnya pupil dalam mm ( normalnya 2-5mm). Pemeriksaan pupil normal biasanya didokumentasikan dan disingkat PERRLA : Pupil Equal Round and Reaktif to Light and Accomodation (pupil seimbang, bulat, dan bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi).
3.      Anatomi Fisiologi Telinga
1.1    Anatomi telinga luar
Telinga luar terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
1.2    Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
1.3    Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint.
Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu.
Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak
1.4    Keseimbangan dan Pusing
Keseimbangan
Kelainan sisten keseimbangan dan vestibuler mengenai lebih dari 30 juta orang Amerika yang berusia 17 tahun ke atas dan mengakibatkan lebih dari 100.000 patah tulang panggul pada populasi lansia setiap tahun.
Keseimbangan badan dipertahankan oleh kerja sama otot dan sendi tubuh (sistem proprioseptif), mata (sistem visual), dan labirin (sistem vestibuler). Ketiganya membawa informasi me¬ngenai keseimbangan, ke otak (sistem serebelar) untuk koordinasi dan persepsi korteks serebelar. Otak, tentu saja, mendapatkan asupan darah dari jantung dan sistem arteri. Satu gangguan pada salah satu dari daerah ini seperti arteriosklerosis atau gangguan penglihatan, dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan.
Aparatus vestibularis telinga tengah memberi unipan balik menge¬nai gerakan dan posisi kepala, mengkoordinasikan semua otot tubuh, dan posisi mata selama gerakan cepat gerakan kepala.
Pusing
sering digunakan pada pasien dan pemberi perawatan kesehatan untuk menggambarkan stiap gangguan sensasi orientasi ruang, namun tidak spesifik dan tidak bisa menggambarkan dengan jelas. Karena gangguan keseimbangan adalah sesuatu yang hanya bisa dirasakan oleh pasien, penting untuk menentukan apa gejala yang sebenrnya dirasakan oleh pasien.
1.5    Prinsip Fisiologi yang Mendasari Konduksi bunyi
Bunyi memasuki telinga melalui kanalis auditorius ekternus dan menyebabkan membrana timpani bergetar Getaran menghantarkan suara, dalam bentukm energi mekanis, melalui gerakan pengungkit osikulus oval. Energi mekanis ini kemudian dihantarkan cairan telinga dalam ke koklea, di mana akani menjadi energi elektris. Energi elektris ini berjalan melalui nervus vestibulokoklearis ke nervus sentral, di mana akan dianalisis dan diterjemahkan dalam bentuk akhir sebagai suara.
Selama proses penghantaran,gelombang suara menghadapi masa yang jauh lebih kecil, dari aurikulus yang berukuran sampai jendela oval yang sangat kecil, yang meng batkan peningkatan amplitudo bunyi.
1.6    Kehilangan Pendengaran
Ada dua jenis kehilangan pendengaran.
1.        Kehilangan konduktif
Biasanya terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi serumen, atau kelainan telinga tengah, seperti otitis media atau otosklerosis. Pada keadaan seperti itu, hantaran suara efisien suara melalui udara ke telinga dalam terputus.
2.        Kehilangan sensoris
Melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Selain kehilangan konduktsi dan sensori neural, dapat juga terjadi kehilangan pendengaran campuran begitu juga kehilangan pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan suara campuran mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fung¬sional (atau psikogenik) bersifat inorganik dan tidak berhubungan dengan perubahan struktural mekanisme pendengaran yang dapat dideteksi biasanya sebagai manifestasi gangguan emosional.
4.      Pengkajian Kemampuan mendengar
Pemeriksaan Telinga.
Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic
1.      Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya
v  deformitas, lesi,
v  cairan begitu pula ukuran,
v  simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjuk¬kan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.
v  Otoskop dipegang dengan satu tangan semen¬tara aurikulus dipegang dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani.
v  Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri.
GAMBAR Teknik untuk menggunakan otoskop.
v  Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
v  Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan
pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
v  Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga tengah harus dicatat.
v  Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.
v  Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
2.       Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan
v  Bisikan kata atau detakan jam tangan.
v  Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
v  pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
3.         Penggunaan uji Weber dan Rinne
Memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehilangan sensorineural
Uji Weber memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral.




DAFTAR PUSTAKA
Tanggal 23-02-2013. Pukul 12.41
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:1-12.
Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.
tanggal 23-02-2013, 04:41 WIB
http _aianpramadhan.blogspot.com_ Dunia Bocah Keperawatan.htm
tanggal 23-02-2013, 05.31

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ABORTUS

ChorioCharsinoma

ISOLASI SOSIAL