Askep Hiperparatyroid
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak
jelas pada kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon
paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit
yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan
hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik
belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia
paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang
meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi
kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan
sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada
area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang
ditemukan. Kira-kira 100 kasus dalam.
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena
penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2
banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa
terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu
dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan.
Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada
dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya
mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan
endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.
Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH),
senyawa yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam
tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam
pengaturan kadar kalsium dalam tubuh sesorang. Dengan mengetahui fungsi dan
komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar
paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam
mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien
terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin
berat.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apakah yang menyebabkan penyakit
hiperparatiroid?
2) Bagaimana gejala dan pengobatan
penyakit hiperparatiroid?
3) Bagaimana asuhan keperawatan
penyakit hiperparatiroid?
1.3 Tujuan
- Memahami pengertian
hiperparatiroid
- Dapat mengetahui klasifikasi
hiperparatiroid
- Mampu memahami etiologi
hiperparatiroid
- Memahami patofisiologi
hiperparatiroid
- Mampu memahami
manifestasi klinik hiperparatiroid
- Mampu memahami komplikasi
hiperparatiroid
- Mampu memahami
pemeriksaan penunjang hiperparatiroid
- Mampu memahami
penatalaksanaan hiperparatiroid
- Mampu memahami konsep dasar
asuhan keperawatan hiperparatiroid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon
paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi
menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme
primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki
dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme
sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis.
Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar
paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Brunner & Suddath,
2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan
kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi
hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium.
Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan
kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang,
meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal.
Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence
Kim, MD,2005,
section 2).
2.2
Klasifikasi
1.
Hiperparatiroidisme primer (Primary
hyperparathyroidism).
Kebanyakan
orang yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi
serum hormon paratiroid yang tinggi. Kira-kira 85% dari keseluruhan
hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya
melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hiperplasia).
Sedikit hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
2.
Hiperparatiroidisme sekunder
(Secondary hyperparathyroidisme)
Hiperparatiroidisme
sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan kerana rangsangan
produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkaitan dengan
kegagalan ginjal akut. Penyebab umum lainnya adalah disebabkan oleh kekurangan
vitamin D.
3.
Hiperparatiroidisme tersier
(Tertiary hyperparathyroidisme)
Hiperparatiroidisme
tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah
diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan hipersekresi hormon paratiroid dan ini akan menyebabkan
peningkatan kalsium di dalam darah yaitu hiperkalsemia(hypercalcemia).
2.3
Etiologi
1. Kira-kira
85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2. Sedangkan
15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia).Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan
kelainan endokrin lainnya.
3. Sedikit
kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi
dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus
keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin
neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan.
Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism
juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa
ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang
multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 %
pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.
2.4 Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang
disebabkan oleh hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana
kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh
adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar
paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996).
Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid
ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal.
Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma
atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli
bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu
kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut
diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut
mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelenjar dan
meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan
homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam
sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH
meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian
mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3
aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan
dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah
abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH
serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular
ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan
hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana
dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan
kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit
timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon
(kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH
untuk bekerja di target organ.
2.5
Manifestasi Klinis
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala
akibat terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah,
kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat
terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah.
Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung
dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium
pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan
potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme
dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul
berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan.
Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah
punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik;
deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme
dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner &
Suddath, 2001)
2.6
Komplikasi
Ø
peningkatan ekskresi kalsium dan
fosfor
Ø
Dehidrasi
Ø
Batu ginja
Ø
Hiperkalsemia
Ø
Osteoklastik
Ø
Osteitis fibrosa cystica
2.7
Pemeriksaan Penunjang
Ø Pemeriksaan
darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan memastikan
diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau
kelenjar tiroid.
Ø Bebas
T4 (tiroksin)
Ø Bebas
T3 (triiodotironin)
Ø Kalsium
serum meninggi
Ø Fosfat
serum rendah
Ø Fosfatase
alkali meninggi
Ø Kalsium
dan fosfat dalam urin bertambah
Ø Rontgen.
2.8
Penatalaksanaan
Ø
Kausal: Tindakan bedah, ekstirpasi
tumor.
Ø
Simptomatis: Hiperkalsemia ringan
(12 mgr % atau 3 mmol / L) dan Hidrasi dengan infuse
Ø
Sodium chloride per os
Ø
Dosis-dosis kecil diuretika
(furosemide) Hiperkalsemia berat (> 15 mgr % atau 3,75 mmol / L):
Ø
Koreksi (rehidrasi) cepat per infuse
Ø
Forced diuresis dengan furosemide
Ø
Plicamycin (mitramcin) 25 ug / kg BB
sebagai bolus atau infus perlahn-lahan (1-2 kali seminggu)
Ø
Fosfat secara intravena (kalau ada
indikasi)
Ø
Dialysis peritoneal, kalau ada
insufisiensi ginjal.
2.9 WOC
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
v Identitas
- Nama
- Umur : Bisa terjadi pada semua kalang umur
terutama pada wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang
lebih besar 2 kali dari pria.
- Jenis kelamin : Terjadi pada laki-laki dan
perempuan
- Agama dan suku bangsa
v Keluhan
Utama
- Sakit kepala, kelemahan, lethargi, dan kelelahan otot
- Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia,
obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan.
- Depresi
- Nyeri tulang dan sendi
v Riwaya
penyakit sekarang
Pasien tampak lemah,biasanya adanya
peningkatan ukuran kelenjar tiroid, anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung
yang akan disertai penurunan berat badan,Depresi,Nyeri tulang dan sendi.
v Riwayat
penyakit dahulu
Tanyakan pada keluarga riwayat
penyakit yang dialami pasien seperti: apakah pasien sebelumnya pernah mengalami
penyakit yang sama dan apakah keluarga mempunyai penyakit yang sama.
v Riwayat
penyakit dalam keluarga
3.2 Pemeriksaan
fisik
1.
Breath (B1) :
Gejala: nafas pendek, dispnea
nocturnal paroksimal, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda: takipnea, dispnea,
peningkatan frekensi/kedalaman (pernafasan Kussmaul)
2.
Blood (B2)
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau
berat, palpitasi,
Tanda: hipertensi (nadi kuat, edema
jaringan, pitting pada kaki, telapak tangan), disritmia jantung, pucat,
kecenderungan perdarahan.
3.
Brain (B3)
Gejala: penurunan daya ingat,
depresi, gangguan tidur, koma.,
Tanda: gangguan status mental,
penurunan tingkat kesadaran, ketidak mampuan konsentrasi, emosional tidak
stabil
4.
Bladder (B4)
Gejala: penurunan frekuensi urine,
obstruksi traktus urinarius, gagal fungsi ginjal (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung,diare, atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine,
oliguria, hiperkalsemia, Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat atau
kalsium fosfat
5.
Bowel (B5)
Gejala: anoreksia, mual, muntah,
penurunan berat badan.
Tanda: distensi abdomen, perubahan
turgor kulit, kelainan lambung dan pankreas(tahap akhir), Ulkus peptikum
6.
Bone(B6)
Gejala: kelelahan ekstremitaas,
kelemahan, malaise.
Tanda: penurunan rentang gerak,
kehilangan tonus otot, kelemahan otot,atrofi otot
7.
Integritas ego
Gejala: faktor stress (finansial,
hubungan)
Tanda: menolak, ansietas, takut,
marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian.
3.3 Diagnosa
Keperawatan
1. Risiko terhadap
cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur
patologi.
2. Gangguan eliminasi urine yang
berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan
hiperfosfatemia
3. Perubahan nutrisi berhubungan dengan
anoreksia dan mual.
3.4 Intervensi
1.
Dx : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan
demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Klien tidak
akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur
patologi.
Intervensi Keperawatan :
Ø Lindungi klien dari kecelakaan jatuh
R/ : Karena klien rentan untuk
mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien
mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
Ø
Hindarkan klien
dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.
R/ : Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau
penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang
mengalami stress normal akan melepaskan kalsium merupakan predisposisi
terbentuknya batu ginjal.
Ø
Bantu klien
memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.
R/ : Membantu pasien mengoptimalkan proses penyembuhan.
Ø
Atur aktivitas
yang tidak melelahkan klien.
R/ : Mengoptimalkan energi untuk proses penyembuhan
pasien.
Ø
Ajarkan cara
melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara
berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
R/ : Mencegah terjadinya trauma fisik.
Ø
Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan.
Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan.
R/ : Membantu pasien untuk lebih mandiri karena klien
rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun
2.
Dx : Perubahan
eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap
hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
Tujuan : Klien
akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak
terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.
Intervensi Keperawatan :
Ø
Perbanyak
asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari.
R/ :Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien
dengan hiperparatiroidisme karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan
memudahkan terbentuknya batu ginjal.
Ø
Berikan sari
buahn canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam.
R/ :Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah
pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine yang
asam ketimbang urine yang basa.
3.
Dx : Perubahan
nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan
yang mencukupi, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada
atau dapat mempertahankan berat badan ideal.
Intervensi Keperawatan :
Ø
Berikan
dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk memperbaiki
hiperkalsemia.
R/ : Untuk mencegah terjadinya hiperkalsemia.
Ø
Jelaskan pada
klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu.
R/ :Dapat menghilangkan sebagian manifestasi
gastrointestinal yang tidak menyenangkan.
Ø
Bantu klien
untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang
mengandung susu.
R/ : Dapat menghilangkan sebagian manifestasi
gastrointestinal yang tidak menyenangkan.
Ø
Rujuk klien ke
ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.
R/ : Agar lebih tepat dalam penentuan kebutuhan nutrisi
yang harus dipenuhi oleh pasien dimana pasien dianjurkan untuk menghindari diet
kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Karena anoreksia umum terjadi,
peningkatan selera makan pasien harus diupayakan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Hormon
paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek utama
mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon
paratiroid banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma
soliter), paratiroid carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid
yang dapat mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme. Dikatakan
hiperparatiroidisme apabila kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid
lebih banyak dari biasanya. Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan
kebalikan dari hiperparatiroidisme.
Adapun
klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu hiperparatiroid primer, hiperparatiroid
sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Perbedaan dari ketiga klasifikasi
tersebut yakni pada hasil laboratoriumnya. Pada hiperparatiroid primer kadar
kalsium meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH juga menigkat, sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder terlihat adanya hipersekresi hormon paratiroid
sebagai respon terhadap penurunan kadar kalsium yang terionisasi dalam darah.
Keadaan hipokalsemia yang lama akan menyebabkan perubahan pada kelenjar
paratiroid menjadi otonom dan berkembang menjadi keadaan sepertri
hiperparatiroidisme primer, dan pada keadaan ini disebut hiperparatiroidisme
tersier.
4.2 SARAN
Melihat
dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis
dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh
sistem metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar
paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan
penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar
paratiroid.
DAFTAR
PUSTAKA
Akbar, faruq. 2009. Penyakit
tiroid dan paratiroid. www.farospots.blogspots.com; diakses tanggal 20
April 2009
Bare & Suzanne, 2002, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC, Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan
dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC,Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi,
EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF.
Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan,(Edisi III), EGC, Jakarta.
FKUI, 1979, Patologi, FKUI,
Jakarta
http://www.endocrineweb.com/;
diakses tanggal 4 oktober 2012
Komentar
Posting Komentar