Serosis Hati
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam
hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses
penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat
yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan
timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi
mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system arsitekture hati
mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat
( firosis ) di sekitar paremkin hati yang mengalami regenerasi. sirosis
didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis
dan perubahan strukture hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal.
dan perubahan strukture hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal.
Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel menyebabkan
banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran
yang di bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat.
akibatnya bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan hipertensi portal.
akibatnya bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan hipertensi portal.
Penyebab sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus
hepatitis B ataupun C, bisa juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang
berlebihan, bergai macam penyakit metabolik, adanya ganguan imunologis, dan
sebagainya.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ). di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit in. sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering di temukan dalam ruangan perawatan bagian penyakit dalam.
di indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai pada laki – laki dari pada perempuan. dengan perbandingan 2 – 4 : 1.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ). di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit in. sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering di temukan dalam ruangan perawatan bagian penyakit dalam.
di indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai pada laki – laki dari pada perempuan. dengan perbandingan 2 – 4 : 1.
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan
agar mayakakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis . Sedangkan
peran perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah
mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri
yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita
sebagai calon perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis .
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum:
Mengetahui secara umum
mengenai penyakit sirosis hepatis serta asuhan keperawatan yang tepat terhadap
penyakit sirosis hepatis tersebut.
1.2.2
Tujuan khusus :
1.
Mengetahui Pengertian dari
penyakit sirosis hepatis.
2.
Mengetahui etiologi dari penyakit sirosis hepatis
3.
Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit sirosis hepatis
4.
Mengetahui patofisiologi dari penyakit sirosi hepatis
5.
Mengetahui penatalaksanaan
terhadap pasien sirosi hepatis
6.
Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien sirosis
hepatis
7.
Mengetahui
Web Of Caution (WOC) dari penyakit sirosis
hepatis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Sirosi
Hepatis
Sirosis hepatis adalah stadium akhir
penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan
pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati
menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat, dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit
kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan
penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak
berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).
2.2
Anatomi Fisiologi
A. Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar di
dalam tubuh manusia. Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam
rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gram, dan
dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis
jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati
menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus.
Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah
terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat
oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah
posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak
langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut
bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma
dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
- Ligamentum
falciformis: Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara
umbilicus dan diafragma.
- Ligamentum
teres hepatis = round ligament: Merupakan bagian bawah lig. falciformis;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
- Ligamentum
gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis: Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh
prox ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi
anterior dari Foramen Wislow.
- Ligamentum
Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-ka: Merupakan
refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
- Ligamentum
triangularis ki-ka: Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara
anatomis,
organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke
hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar).
Secara
mikroskopis, hepar
dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson.
B. Fisiologi
Hati
Hati merupakan pusat dari
metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan
20-25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu:
1.
Sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan
KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa
dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini
disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen menjadi glukosa disebut glikoneogenesis. Karena
proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya
hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah
pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan, yaitu: menghasilkan
energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/biosintesis
senyawa 3 karbon (3C), yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus
krebs).
2.
Sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya
membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak.
Asam lemak dapat dipecah menjadi beberapa komponen:
- Senyawa
4 karbon → keton bodies.
- Senyawa
2 karbon → active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol).
- Pembentukan
cholesterol.
- Pembentukan
dan pemecahan fosfolipid.
Hati merupakan pembentukan utama
sintesis, esterifikasi, dan ekskresi kolesterol di mana serum cholesterol
menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3.
Sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam
protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula
dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi
asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg
membentuk plasma albumin dan ∂-globulin dan organ utama bagi produksi
urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂-globulin selain
dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β-globulin
hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM
66.000.
4.
Sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi
sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya:
membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Faktor ekstrinsi akan
beraksi jika benda asing mengenai pembuluh darah dan factor instrinsik akan
beraksi jika berhubungan dengan katup jantungvitamin K dibutuhkan untuk
pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5.
Sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam
hati, khususnya vitamin A, D, E, dan K.
- Sebagai
detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh.
Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi,
esterifikasi, dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun dan
obat over dosis.
- Sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan
penting bakteri, pigmen, dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain
itu, sel kupfer juga ikut memproduksi ∂-globulin sebagai imun livers
mechanism.
- Sebagai
hemodinamik
Hati merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah. Hati menerima ± 25% dari cardiac output,
aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/menit atau 1000-1800 cc/menit. Darah
yang mengalir di dalam arteri hepatica ± 25% dan di dalam vena porta 75% dari
seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor
mekanis, pengaruh persyarafan, dan hormonal. Aliran ini berubah cepat pada
waktu exercise, terik matahari, dan shock.
Ada tiga tipe sirosis atau
pembentukan parut dalam hati, yaitu:
- Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh
alkoholisme kronis dan merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan
di negara Barat.
- Sirosis poscanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
- Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati
di sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi
bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis), insidensnya lebih rendah dari
pada insidens sirosis Laennec dan sirosis poscanekrotik.
2.3
Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang
terlibat dalam etiologi sirosis, mengonsumsi minuman beralkohol dianggap
sebagai faktor penyebab yang utama. Selain pada peminum alkohol, penurunan
asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati. Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum
dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lainnya termasuk pajanan zat
kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor)
atau infeksi skistosomiastis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis
adalah dua kali lebih banyak dari pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis
berusia 40 hingga 60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan penyakit
yang ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan
kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati
yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut,
akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih
berfungsi. Jaringan-jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil
regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati
yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkelapa besar
dalam (hobnail appearance) yang khas. Sirosis Hepatis biasanya memiliki awitan
yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga
kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi
terdiri atas :
a) Etiologi
b) Morfologi
c) Fungsional
2.4.1
Etiologi
Sirosis terjadi di hati sebagai
respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang di timbulkan.
Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi
saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur
kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin.
Penyebab lain dari sirosis hepatis,
yaitu:
- Alkohol, suatu penyebab yang paling
umum dari sirosis, terutama di daerah Barat. Perkembangan sirosi
tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi
alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel
hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari
penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak
rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan
peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke
sirosis. Sirosis
kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak
teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik
dapat menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis,
dan dapat pula menjurus pada kanker hati.
- Kelainan-kelainan
genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi
unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan
sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis)
atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasien
mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang
berlebihan dari makanan.
- Primary
Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita.
Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang
kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh
empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus.
Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung
unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam
usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin
dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah
yang tua).
- Primary
Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali
ditemukan pada pasien dengan
radang usus besar.
Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi
meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus
pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang
menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
- Hepatitis
Autoimun adalah
suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang
ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada
hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes)
yang progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
- Bayi-bayi
dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) kekurangan enzim-enzim vital
untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan
sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu
enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru
(kekurangan alpha 1 antitrypsin).
- Penyebab-penyebab
sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum pada beberapa
obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung
kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari
dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis)
adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.
2.4.2 Morfologi
Secara makroskopik sirosis di bagi atas :
a)
Sirosis Mikronodular
Di tandai dengan terbentuknya septa tebal
teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata
tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm.
b)
Sirosis Makronodular
Di tandai dengan terbenu terbentuknya
septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi, ada nodul besar di dalamnya
pada di daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim. Besar nodulnya < 3 mm.
2.4.3 Fungsional
Secara fungsi sirosis hati di bagi atas :
·
Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
·
Dekompensasi (aktif, di sertai kegagalan hati dan hipertensi portal)
1.
Kegagalan hati / hepatoselular
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, kembung,
mual, dll.
2.
Hipertensi Portal
Terjadi akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena
mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran
portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatik ke sistem portal akibat
distorsi arsitektur hati
2.5
Manifestasi Klinik
a.
Pembesaran Hati ( hepatomegali ). Pada awal perjalanan sirosis, hati
cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi
keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
b. Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan
fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal.
Semua darah dari organ-organ digestif akan berkumpul dalam vena portal dan
dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi
arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat
dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh.
c. Varises Gastroinstestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati
yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan pembentukan pembuluh
darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting)
darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih
rendah.
d. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis
hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma
menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia. Kerena pembentukan, penggunaan,
dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan
K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya
sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis
kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
f. Kemunduran mental. Manifestasi klinik lainnya adalah
kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi
perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup perilaku umum pasien,
kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis
hepatis, yaitu:
- Mual-mual
dan nafsu makan menurun
- Cepat
lelah
- Kelemahan
otot
- Penurunan
berat badan
- Air
kencing berwarna gelap
- Kadang-kadang
hati teraba keras
- Ikterus,
spider navi, erytema palmaris
- Hematemesis,
melena
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada srosi hepatis,
yaitu:
1.
Edema dan ascites
Karena
efek gaya berat ketika berdiri atau duduk, maka kelebihan garam dan air
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan kaki dan kaki. Akumulasi
cairan ini disebut edema atau pitting edema
(pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat
pada suatu pergelangan atau kaki dyang mengalami edema akan menyebabkan suatu
lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari
tekanan). Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan,
cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut. Akumulasi cairan ini disebut ascites yang
menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
2.
Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Adalah
suatu cairan yang mengumpul didalam perut yang tidak mampu untuk melawan
infeksi secara normal. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Pada
beberapa pasien penderita SBP tidak memiliki gejala-gejala, seperti demam,
kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.
3.
Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan
(esophageal varices)
Adalah
suatu keadaan dimana aliran darah meningkat, peningkatan tekanan vena pada
kerongkongan yang lebih bawah, dan mengembangnya lambung bagian atas.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan apabila tanpa
perawatan segera dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan
varices-varices adalah muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur
dengan gumpalan-gumpalan atau “coffee grounds”, yang belakangan disebabkan oleh
efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam, disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika melewati usus (melena), dan
kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau pingsan,disebabkan oleh
suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi
berbaring).
4.
Hepatic encephalopathy
Adalah suatu keadaan dimana unsure-unsur racun berakumulasi secara
cukup dalam darah sehingga fungsi dari otak menjadi terganggu. Tidur pada siang
hari daripada pada malam hari (berbanding terbalik dengan pola tidur yang
normal) merupakan gejala yang paling dini dari hepatic encephalopathy.
Gejala-gejala lainnya adalah cepat marah, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
atau melakukan perhitungan, kehilangan memori, kebingungan atau tingkat
kesadaran yang tertekan (dapat mengakibatkan keparahan pada penyakit ini bahkan
dapat menimbulkan kematian).
5.
Hepatorenal syndrome
Adalah
suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Fungsi
yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan cara darah mengalir melalui
ginjal. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif
dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan
jumlah-jumlah urine yang memadai. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome, yaitu
yang terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan dan yang
terjadi secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.
6.
Hepatopulmonary syndrome
Pasien
dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas
pada sirosis telah berlanjut dan menyebabkan paru-paru berfungsi secara
abnormal. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan
tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Akibatnya
pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.
7.
Hypersplenism
Hypersplenism adalah istilah yang berhubungan
dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel
darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet
yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan,
leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat
mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang berkepanjangan
(lama).
8.
Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh
penyebab apa saja dapat meningkatkan risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular
carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal
dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja
didalam tubuh dan menyebar (metastasis) ke hati.
Komplikasi Lain.
Bila penyakit sirosis hati berlanjut
progresif maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung pada dua
kelompok besar komplikasi :
1.
Kegagalan hati (hepatoseluler)
2.
Hipertensi portal
a). kegagalan hati, timbul spider
naevi, eritema palmanis, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, enselofapati.
b). hipertensi portal dapat
menimbulakan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esofagus/cardia, caput
medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.
Bila penyakit berlanjut maka dari
kedua komplikasitersebut dapat timbul komplikasi lain berupa:
3.
Asites yang disebabkan oleh ekstra vasase cairan serosa ke dalam rongga
peritoneal yang disebabkan oleh peningkatan hipertensi portal, peningkatan
reabsorbsi ginjal terhadap natrium, dan penurunan albumin serum.
4.
Enselopati hepatik yang disebabkan oleh peningkatan kadar amonia darah .
5.
Peritonitis bakterial spontan.
6.
Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi atau infeksi.
7.
Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma).
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pasien sirosis
biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh, antasid diberikan
untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan
gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses
kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien.
Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin
diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan serta
elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya.
Penatalaksaan
lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
- Istirahat
yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
- Makanan
tinggi kalori dan protein.
- Mengatasi
infeksi dengan antibiotik.
- Memperbaiki
keadaan gizi.
- Roboransia.
Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan yang mengandung
alkohol.
Penatalaksanaan pada asites dan
edema, yaitu:
- Istirahat
dan diet rendah garam.
- Bila
istirahat dan diet rendah garam tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan
sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
- Bila
terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
- Pengendalian
cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau
keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan
terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati
hepatik.
2.8
Pengobatan
1.
Sirosis hepatis
Pengobatan untuk sirosis hepatis,
yaitu:
1)
Simtomatis dan support.
2) Pengobatan berdasarkan etiologi,
misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi untuk pasien
dengan hepatitis C kronis yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN
(intraferon), seperti:
a)
kombinasi IFN (intraferon) dengan ribavirin.
b)
terapi induksi IFN (intraferon).
c) terapi dosis
IFN tiap hari
§ Terapi
kombinasi IFN (intraferon)
dan RIB (Ribavirin) terdiri dari
IFN(intraferon) 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB
(ribavirin) 1000-2000 mg
perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang
diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
§ Terapi induksi Interferon yaitu
interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap
hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama
48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
§ Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian
IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan
jaringan hati.
3).
Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a) Asites.
b) Spontaneous bacterial peritonitis.
c) Hepatorenal syndrome.
d) Ensefalophaty hepatic
a) Asites, Istirahat, diet rendah garam. Diuretik
pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam
dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4
hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah
hipokalem dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan
utamadiuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta
dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal
diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.
b). Spontaneus Bacterial Peritonitis
(SBP), pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi
III (Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan
Norfloxacin (400mg/hari)selama 2-3 minggu.
c). Hepatorenal Sindrome, dicegah dengan menghindari pemberian
diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan
secara konservatif dapat dilakukan berupa: Ritriksi cairan,garam, potassium dan
protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan terbaik adalah
transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
d). Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus, prinsip penanganan yang utama adalah
tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan
ini maka dilakukan:
1)
Pasien diistirahatkan daan dpuasakan.
2)
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis
dan kalau perlu transfusi.
3)
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak
sekali kegunaannya, yaitu: untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah.
4)
Pemberian obat-obatan berupa
antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin.
5)
Octriotide dan Somatostatin
e). Ensefalopati Hepatik, nutrisi khusus hati akan menjaga
kecukupan kebutuhan protein dan mempertahankan kadar albumin darah tanpa
meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Dengan nutrisi khusus ini
diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga, mencegah memburuknya penyakit
hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas serta
harapan hidup penderita juga akan membaik.
2.9. ASUHAN KEPERAWAN DENGAN PASIEN SIROSIS HEPATIS
2.9.1 Pengkajian
Data tergantung pada penyebab dasar kondisi klien, yaitu:
- Aktivitas/Istirahat
Gejala
: Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda
: Letargi dan Penurunan masa otot atau tonus.
- Sirkulasi
Gejala : Riwayat GJK kronis, perikarditis, penyakit jantung
reumatik, kanker.
Disritmia, bunyi jantung ekstra (S3,S4). - Eliminasi
a. Gejala : Flatus.
b. Tanda : Distensi abdomen.
Penurunan atau tak adanya bising usus.
Feses warna tanah liat, melena.
Urine gelap, pekat. - Makanan/Cairan
a. Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan / tidak dapat
menerima
Mual / muntah.
b. Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan ( cairan ).
Penggunaan jaringan.
Edema umum pada jaringan
Kulit kering, turgor buruk.
Ikterik; angioma spider
Nafas berbau, pendarahan gusi. - Neurosensori
a. Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
b. Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma.
Bicara lambat atau tidak jelas.
Asterik (ensefalofati hepatic) - Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas.
Pruritus
b. Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi.
Fokus pada diri sendiri. - Pernapasan
a. Gejala : Dispnea.
b. Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan.
Ekspansi paru terbatas (asites).
Hipoksia. - Keamanan
a. Gejala : Pruritus.
b. Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik).
Ikterik, ekimosis, petekie.
Angioma spider / teleangiektasis, eritema palmar. - Seksualitas
a. Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
b. Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,
bawah lengan, pubis).
2.
Diagnosa Keperawatan
Menurut doenges (1999), diagnosa keperawatan pada klien
dengan Sirosis Hepatis yang mungkin timbul adalah :
a.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diet tidak
adekuat ; ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan.
b.
Perubahan volume cairan : kelebihan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi cairan.
c.
Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi/status metabolik, akumulasi garam empedu pada kulit.
d. Risiko
tinggi terhadap pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan
cairan intra abdomen (asites), penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret,
penurunan energi, kelemahan.
e.
Risiko tinggi terhadap cedera (hemoragi) berhubungan dengan profil darah
abnormal : gangguan faktor pembekuan.
f.
Risiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologis : peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk
detoksikasi enzim/obat tertentu.
g.
Gangguan harga diri/citra tubuh berhubungan dengan perubahan biofisika/gangguan
penampilan fisik, prognosis yang meragukan, perubahan peran fungsi, pribadi
rentan, prilaku merusak diri.
h. Kurang
pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi
INTERVENSI
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria Standart
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tidak adekuat, ketidakmampuan
untuk memproses/mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah, tidak mau makan
mudah kenyang (asites), fungsi usus normal.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan tubuh.
|
Berat badan
meningkat, tanda-tanda malnutrisi tidak ada, nilai laboratorium normal.
|
1. Ukur masukandiet harian dengan
jumlah kalori
2.
Bantu dan doraong pasien untuk
makan; jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien makan bila pasien mudah lelah
atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan pilihan makanan
yang disukai.
3. dorong pasien untuk makan semua
makanan tambahan
4. berikan makanan sedikit dan
sering
5. berikan makanan halus, hindari
makanan kasar sesuai indikasi
Kolaborasi
6. awasi pemeriksaan laboratorium
contoh glukosa serum,albumin,total protein, amonia
7. Berikan obat sesuai indikasi
contoh tambahan vitamin,tiamin,besi,asam folat.
|
1. menberikan informasi tentang
kebutuhan pemasukan defisiensi
2.diet yang tepat penting untuk
pertumbuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga terlibat dan
makanan yang disukai sebanyak mungkin.
3. pasien mungkin hanya makan
sedikit gigitan karena kehilangan minat pada makanan dan mengalami mual,
kelemahan umum dan malaise.
4. buruknya toleransi terhadap
makan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen/
ansietas.
5. pendarahan dari varises
esofagus dapat terjadi pada sirosis berat.
6. glukosa menurun karena gangguan
glikogenesis,penurunan simpanan glikogen atau masukan tidak adekuat. Protein
menurun karena gangguan metabolisme,penurunan sintesis hepatik. Peningkatan
amonia perlu pembatsan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
7. Pasien biasanya kekurangan
vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati yang rusak tidak dapat
menyimpan vitamin A,B komplek,D dan K. Juga dapat terjadi kekurangan besi dan
asam folay yang menimbulkan anemia.
|
2.10. Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diingat bahwa tidak ada
pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan
diagnosa Sirosis Hati.
a) Darah. Bisa dijumpai Hb rendah,
anemia normokrom normositer, hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat
hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang
selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
b) Kenaikan kadar enzim transaminase /
SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan
parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel
yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gama GT sama dengan transaminase,
ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin,
transaminase dan gama GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c) Albumin. Kadar albumin yang merendah
merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan
peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan dalam
menghadapi stres seperti tindakan operasi.
d) Pemeriksaan CHE (kolinesterase)
penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati kadar
CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai
CHE yang bertahan di bawah normal mempunyai prognosis yang buruk.
e) Pemeriksaan kadar elektrolit penting
dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal
ensefalopati, kadar Na kurang dari 4 meg/l menunjukkan kemungkinan telah
terjadi sindrom hepatorenal.
f) Pemanjangan masa protrombin
merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian Vit K parenteral
dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan hemostatik pada klien sirosis
hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esofagus,
gusi maupun epistaksis.
g) Peningkatan kadar gula darah pada
sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel ahti membentuk
glikogen. Kadar gula darah yang tetap tinggi menunjukkan prognosis yang kurang
baik.
h) Pemeriksaan marker serologi pertanda
virus seperti HbsAg/ HbsAb/, HbeAg/ HbeAb, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting
dalam menentukan etiologi sirosis hati. Pemeriksaan AFP (alfa feto protein)
penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan.
Nilai AFP yang terus naik mempunyai nilai diagnostik untuk suatu hepatoma/
kanker hati primer. Nilai AFP . 500-1000 mempunyai nilai diagnostik suatu
kanker hati primer.
Hasil laboratorium fungsi normal
Ukuran
|
Satuan
|
Nilai
Rujukan
|
ALT (SGPT)
|
U/L
|
<
23 (P)
< 30 (L)
<
41 U/I (IFCC)
|
AST (SGOT)
|
U/L
|
<
21 (P)
< 25 (L)
<
37 U/I (IFCC)
|
Alkalin
fosfatase
|
U/L
|
15
– 69
40
– 129 (IFCC)
|
GGT
(Gamma GT)
|
U/L
|
5
– 38
8
– 61 (Persyn&Szaz)
|
Bilirubin
total
|
mg/dL
|
0,25
– 1,0
|
Bilirubin
langsung
|
mg/dL
|
0,0
– 0,25
|
Protein
total
|
g/L
|
61
– 82
|
Albumin
|
g/L
|
37
– 52
|
2. Pemeriksaan jasmani
A. Hati
Perkiraan besar hati, pada awal
sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik, besar hati normal
selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi
hati biasanya kenyal/ firm, pinggir hati tumpul pada perabaan hati.
B.
Limpa
Pembesaran limpa diukur dengan dua cara :
a) Schuffner. Hati membesar ke medial
dan kebawah menuju umbilikus (S I-IV)
dan dari umbilikus ke sias kanan (S V-VIII).
b) Hacket, bila limpa membesar kearah
bawah saja (H I-V).
C. Perut dan ekstra abdomen yaitu
pada perut diperhatikan vena kolateral dan asites
3. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Radiologi
b. Esofagoskopi
c. Ultrasonografi
d. Sidikan hati
e. Tomografi komputerisasi
f. ERCP
g. Angiografi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sirosis Hepatis merupakan perubahan
struktur sel hati (fibrosis). Pentingnya identifikasi dini terhadap gejala yang
timbul (pemeriksaan fisik dan penunjang). Merupakan penatalaksanan preventif
segera dan tepat akan menurunkan resiko komplikasi dan progresifitas penyakit.
Kemampuan perawat klinik yang memadai dalam memahami kondisi sirosis hepatis.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa
keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis hepatis ini,hal ini
ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di
lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta
pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selainn itu asuhan keperawatan pada
klien dengan sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat
asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan
langsung dengan klien dengan sirosis hepatis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner&Suddarth. 2001. Keperawatan
Medikal Bedah vol 3. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
edisi 3. Jakarta: EGC.
Tarigan, Pengarapen. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
J. C. E. Underwood. 2000. Patologi. Jakarta. EGC
Komentar
Posting Komentar