IMMOBILISASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai perubahan
terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis),
pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus
intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan. Pada lansia,
struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami
degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya
juga berkurang.
Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada orang dewasa atau pada lansia namun bisa juga terjadi pada anak – anak bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya CDH (Congenital Dislocation Of the Hip), selain itu gangguan pada tulang belakang seperti Scoliosis juga bisa diderita pada anak dan jika kondisi ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan immobilisasi pada penderita Penanganan pada pasien anak- anak dengan gangguan sistem muskoluskeletal harus ditangani secara komprehensip, berdasarkan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk melihat lebih dalam terkait penanganan dengan pendekatan pada asuhan kemperawatan secara komprehensif.
Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada orang dewasa atau pada lansia namun bisa juga terjadi pada anak – anak bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya CDH (Congenital Dislocation Of the Hip), selain itu gangguan pada tulang belakang seperti Scoliosis juga bisa diderita pada anak dan jika kondisi ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan immobilisasi pada penderita Penanganan pada pasien anak- anak dengan gangguan sistem muskoluskeletal harus ditangani secara komprehensip, berdasarkan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk melihat lebih dalam terkait penanganan dengan pendekatan pada asuhan kemperawatan secara komprehensif.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan imobilisasi.
1.2.2 Tujuan
khusus
a. Dapat mengetahui definisi Imobilisasi.
b. Dapat mengetahui etiologi Imobilisasi
c. Dapat menjelaskan efek Imobilisasi
d. Dapat menjelaskan patofisiologi Imobilisasi
e.
Dapat menjelaskan komplikasi Imobilisasi
e. Dapat menjelaskan penalalaksanaan
Imobilisasi
f. Dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Imobilisasi
BAB II
KONSEP DASAR
2.1. Imobilisasi
2.1.1
Definisi Imobilisasi
Imobilitas
dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk bergerak secara bebas.
Pembatasan gerak dapat dilakuk’an untuk alasan
fisik, emosional, intelektual, atau sosial (Keperawatan Ortopedik & Trauma
: 120).
Dalam
istilah diagnosa keperawatan, imobilitas digambarkan sebagai “hambatan
mobilitas fisik” dan didefinisikan sebagai “keteratasan gerakan fisik pada
tubuh, satu ektremitas atau lebih, yang independen atau terarah”. Faktor yang
berhubungan dengan imobilitas meliputi : keengganan untuk bergerak, penurunan
kekuatan, kontrol, dan/ massa otot, serta faktor yang berhubungan dengan
pembatasan gerak yang diharuskan, termasuk karena protokol mekanis dan medis
(NANDA, 2011, hlm.117).
Imobilisasi
adalah terapi utama untuk cedera jaringan lunak, tulang panjang, ligamen,
vertebra, dan sendi (Wong, 2012).
2.1.2
Jenis Imobilisasi
a) Imobilisasi Fisik,
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b) Imobilisasi Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
c) Imobilisasi Emosional,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya keadaan
stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d) Imobilisasi Sosial,
merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi
sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial.
2.1.3
Etiologi
Berbagai
perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos
(osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak,
penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses
penuaan.
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme umum. Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi klinis sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa imobilisasi diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh:
1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang (fraktur) tentu akan menghambat pergerakan.
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan saraf tapi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ – organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk dan berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai.
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi, namun tanpa melawan gaya gravitasi
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme umum. Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi klinis sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa imobilisasi diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh:
1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang (fraktur) tentu akan menghambat pergerakan.
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan saraf tapi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ – organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk dan berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai.
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi, namun tanpa melawan gaya gravitasi
Biasanya alasan
immobilisasi pada anak atau pembatasan aktivitas pada anak tanpa disability
adalah sakit atau injury. Bed rest atau penggunaan alat restraining mekanik (pemasangan traksi, gips, bidai)
merupakan tindakan yang paling sering dilakukan untuk penyembuhan dan
pemulihan. Saat anak sakit mereka cenderung diam dan aktivitasnya berkurang.
Anak terpaksa tidak active karena keterbatasan fisik/teraphy akan memberikan
efek terhadap keterbatasan gerak.
Alasan yang paling banyak untuk terjadinya immobilisasi pada anak antara lain:
1. Congenital defect (spina bifida)
2. Degenerative disorder (muskular dystropi)
3. Infeksi/injury pada sistem integumen (luka bakar)
4. Gangguan sistem muskuloskeletal (fraktur/osteomielitis) : fraktur suprakondiler humeri, fraktur femur, dll.
5. Gangguan neurologic sistem (spinal cord injury, polyneuritis, head injury)
6. Therapi (traksi, spinal fussion)
Terdapat 3 alasan dari immobilisasi umum yaitu :
1.
Pembatasan
Gerak yang sifatnya terapeutik pada :
·
Injury
pada tungkai dan lengan
·
Pembedahan
2.
Pembatasan
yang tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan primer è Paralisis
3.
Pembatasan
secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Tingkat immobilisasi è Bervariasi :
Immobilisasi secara komplit : pada pasien yang tidak sadar
Immobilisasi secara parsial : pada pasien fraktur kaki.
Pembatasan aktifitas karena alasan kesehatan : klien sesak napas
pada decom ètidak
boleh jalan atau naik tangga.
Bedrest :
Bedrest è
klien istirahat ditempat tidur kecuali ia pergi kekamar mandi
Bedrest total è klien
tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh pergi kekamar mandi atau
duduk dikursi.
Keuntungan bedrest :
·
Mengurangi
kebutuhan sel tubuh terhadap O2.
·
Menyalurkan
sumber energi untuk proses penyembuhan
·
Mengurangi
nyeri.
2.1.4
Siklus Immobilisasi
2.1.5
Alat-alat yang menyebabkan imobilisasi pasien dengan gangguan
muskuloskeletal
a)
Traksi
: kulit (paling banyak digunakan pada anak) dan skeletal.
b)
Pembebatan
atau pembalutan
c)
Pemasangan
gips
d)
Fiksasi
internal, pembatasan gerak karena kerusakan tulang
e)
Fiksasi
eksternal fraktur dengan pin atau kawat yang dipasang pada tulang dan
dihubungakan ke cincin atau batang ekternal
f)
Pemasangan
alat ekternal-ortosis
(Keperawatan Ortopedik & Trauma : 123)
2.1.6
Efek Fisiologis Imobilisasi
a)
Sistem Muskular
Otot yang tidak aktif akan mengalami kehilangan
kekuatan 3% per hari, dan dalam hal ini tanpa defisit neuromuskular primer
kadang-kadang memerlukan beberapa minggu/bulan untuk dapat berfungsi kembali. Streching
dapat terjadi seperti kehilangan tonus otot atau seperti exessive strain (wirst
drop/foot drop) dapat terjadi karena kerusakan jaringan/atropi otot. Pada
atropi otot yang general → penurunan kekuatan otot dan kekakuan pada
persendian. Kekakuan sendi dan perlekatan sendi
serta otot.
b)
Sistem Skeletal
Kondisi skeletal sehari-hari akan dipertahankan antara
aktivitas formasi tulang (Osteoblastic activity) dan resporsi tulang
(osteoclastic actinity). Bila stressing pada tulang berkurang, aktivitas
osteobalas menurun, akan dilanjutkan dengan destruksi tulang, calsium tulang
akan berkurang, sedangkan serum nirogen dan phospor meningkat → deminralisasi
tulang (osteopenia) → fraktur patologis dan peningkatan kalsium darah. Atrofi dan kelemahan otot rangka.
Pada anak yang tidak dapat bergerak, seperti anak
dengan penurunan kesadaran, pergerakan menjadi terbatas → kontrkator persendian.
Kontraktor paling sering di hip, lutut, bahu, paintar,
kaki.
c)
Sistem Kardiovaskular
Ada tiga efek yang dapat terjadi pada sistem kardio
vaskuler:
- Hypotensi ortostatik
-
Peningkatan kerja
jantung
-
Trombus formation
-
Gangguan distribusi
volume darah
d)
Sistem Respiratory
Basal metabolisme rate menurun karena adanya penurunan
kebutuhan energi dalam sel → kebutuhan sel akan oksigen menurun → produksi CO2,
berkurang → penurunan kebutuhan O2 dan CO2 menyebabkan respirasi menjadi lambat
dan dalam.
Expansi dada terbatas karena adanya distensi abdomen akibat akumulasi feses, gas dan cairan atau karena penggunaan alat yang membatasi gerak seperti body cast, brace, tight bindes.
Expansi dada terbatas karena adanya distensi abdomen akibat akumulasi feses, gas dan cairan atau karena penggunaan alat yang membatasi gerak seperti body cast, brace, tight bindes.
e)
Sistem Gastro
intestinal
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan balance
nitrogen yang negatif yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas katabolisme →
penurunan kontribusi energi → ingesti nutrisi menurun → nafsu makan menurun.
Penurunan aktivitas → efek gravitational pada pergerakan feses → fases menjadi keras → sulit untuk dikeluarkan → konstipasi.
Penurunan aktivitas → efek gravitational pada pergerakan feses → fases menjadi keras → sulit untuk dikeluarkan → konstipasi.
f)
Sistem Renal
Struktur dalam sistem perkemihan dirancang untuk
posisi tegak lurus sehingga bila terjadi perubahan posisi kontraksi peristaltik
ureter akan memberikan tahanan terhadap kandung kemih → urine menjadi statis → merangsang
pembentukan batu → batu dalam saluran kemih.
Batu dalm saluran kemih → urine statis → media untuk
pertumbuhan mikro organisme → infeksi saluran kemih.
g)
Sistem Integumentary
Akibat immobilisasi dapat menyebabkan aliran darah
menurun terutama pada daerah yang tertekan (sacrum, occiput, trokanter dan
ankle) → distribusi O2 dan nutrisi menurun → ischemia jaringan → nekritic
jaringan → ulcer (decubitus).
h)
Sistem Neurosensory
Menurut hasil penelitian efek immobilisasi terhadap
sistem neurosensory tidak begitu terlihat.
Dua hal yang dapat terjadi : loss of innervation dan sensory and perceptual deprivation.
(Wong, 2012).
Dua hal yang dapat terjadi : loss of innervation dan sensory and perceptual deprivation.
(Wong, 2012).
2.1.7
Efek terhadap Keluarga
a)
Penurunan status
finansial (sumber keuangan keluarga berkurang).
b)
Fokus keluarga terhadap
anak sakit, sehingga sibling merasa disia-siakan.
c)
Coping individu dan
keluarga tidak efektif sehingga tidak dapat menanggulangi krisis keluarga yang
terjadi.
d)
Orang tua selalu merasa
bersalah atas sakit anaknya.
2.1.8
Efek Psikologis Imobilisasi
Aktivitas fisik merupakan bagian integral dari kehidupan
sehari-hari dan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik. Aktivitas ini
membantu pasien mengatasi bermacam-macam perasaan dan impuls serta memberikan
mekanisme yang memungkinkan mereka mengendalikan ketegangan dari dalam. Pasien
berespons terhadapa ansietas dengan meningkatkan aktivitas. Apabila kekuatan
ini tidak ada, mereka akan kehilangan masukan yang penting dan tempat untuk
mengekspresikan perasaan fantasinya. Keadaan seperti ini sering kali
menimbulkan perasaan terisolasi dan bosan.
Reaksi pasien terhadap imobilisasi :
a)
Tingkat kecemasan lebih
tinggi
b)
Depresi
c)
Merasa terisolasi
d)
Protes aktif, marah dan
agresif. Atau bahkan menjadi pendiam, pasif dan submisif
e)
Monotomy dapat
mengakibatkan :
- Respons intelektual dan psikomotor menjadi lamabn
- Respons intelektual dan psikomotor menjadi lamabn
-
Keterampilan komunikasi
menurun
-
Fantastis meningkat
-
Halusinasi
-
Disorentasi
-
Ketergantungan
f) Perilaku yang tidak biasa (mencari perhatian orang lain dengan kembali ke
perilaku perkembangan awal : ingin disuapi, mengompol, dan komunikasi seperti bayi.
Pada anak sebaiknya dibiarkan melampiaskan
rasa amarah, tetapi tidak boleh melewati batas keamanan dari harga diri mereka
dan tidak merusak integritas orang lain. Contohnya, memberikan benda untuk
diserang, bukan orang atau barang-barang berharga, adalah tindakan yang cukup
aman dan terapeutik. Apabila anak tidak dapat mengekspresikan rasa marah,
agresi sering kali ditampilkan tidak tepat melalui perilaku regresif dan
menangis berlebihan atau temperamentum.
(Wong, 2012)
2.1.9
Jenis Mobilisasi
a) Mobilisasi Penuh, merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial
dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf
motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
b) Mobilisasi Sebagian, merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerakdengan batasan jelan dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan kemasan traksi.
Pasien paraplegi mengalami mobilisasi sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
Mobilisasi Sebagian Temporer, merupakan
kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang bersifat sementara. Dapat
disebabkan oleh trauma revelsibe pada sistem muskoluskeletal, contohnya adalah
adanya dislokasi sendi dan tulang.
Mobilisasi Sebagian Permanen, merupakan
kemampuan individu untuk bergerak dengan batasanyang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf irevelsibe, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang,
poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
2.1.10
Hambatan Mobilitas
a.
Hambatan Mobilitas: di Tempat Tidur
· Definisi
: keterbatasan kebebasan bergerak di atas tempat tidur dari satu
posisi ke posisi yang lain.
· Batasan
karakteristik :
-
Bergerak
dari telentang ke duduk selonjor atau dari duduk selonjor ke telentang.
-
Bergerak
dari telentang ke tengkurap atau tengkurap ke telentang.
-
Bergerak
dari telentang ke duduk atau duduk ke telentang.
-
Berbalik
dari sisi ke sisi.
-
“Bergerak
cepat” atau reposisi diri di tempat tidur.
b.
Hambatan Mobilitas: Fisik
·
Definisi : suatu
keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh
atau satu ektremitas atau lebih.
·
Batasan karakteristik :
Objektif
-
Penurunan
waktu reaksi.
-
Kesulitan
bergerak.
-
Perubahan
cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan
untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat
berjalan badan mengayun ke samping).
-
Tremor
yang diindikasi oleh pergerakan.
-
Melambatnya
pergerakan.
-
Pergerakan
kakai tak terkoordinasi.
-
Keterbatasan
ROM (rentang gerak).
c.
Hambatan Mobilitas: Berkursi Roda
·
Definisi : keterbatasan
pengoperasian kursi roda secara mandiri pada lingkungan tertentu.
·
Batasan karakteristik :
-
Hambatan
kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda manual atau listrik pada tanjakan
atau turunan.
-
Hambatan
kemampuan untuk menjalankan kursi roda manual atau listrik pada permukaan rata
atau yang tidak rata.
-
Hambatan
kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda trotoar (pinggir jalan).
d.
Hambatan Kemampuan Berpindah
·
Definisi : keterbatasan pergerakan
mandiri di antara dua permukaan yang dekat.
·
Batasan Karakteristik :
-
Hambatan
dari tempat tidur ke kursi dan kursi ke tempat tidur.
-
Hambatan
dari kursi ke mobil atau mobil ke kursi.
-
Hambatan
dari kursi ke lantai atau lantai ke kursi.
-
Hambatan
dari berdiri ke lantai atau lantai ke berdiri.
e.
Hambatan Berjalan
·
Definisi : keterbatasan pergerakan
mandiri dalam lingkungan dengan berjalan kaki.
·
Batasan Karakteristik :
-
Hambatan
menaiki tangga.
-
Hambatan
mennetukan arah.
-
Hambatan
berjalan pada area yang menurun atau menanjak.
-
Hambatan
berjalan permukaan yang tidak rata.
Tingkat
mobilitas untuk diagnosis hambatan mobilitas di atas adalah :
Tingkat
0
|
Mandiri
penuh
|
Tingkat
1
|
Membutuhkan
penggunaan peralatan/ alat bantu
|
Tingkat
2
|
Membutuhkan
pertolongan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan atau pengajaran
|
Tingkat
3
|
Membutuhkan
bantuan dari orang lain da peralatan/ alat bantu
|
Tingkat
4
|
Ketergantungan
: tidak dapat beraktivitas
|
(Judith, NIC/NOC,2007)
2.1.11
Komplikasi
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih, atrofi otot karena disused/ disuse sindrome, konstipasi, infeksi paru, gangguan aliran darah, dan dekubitus.
Infeksi saluran kemih, atrofi otot karena disused/ disuse sindrome, konstipasi, infeksi paru, gangguan aliran darah, dan dekubitus.
2.1.12
Penatalaksanaan
a)
Lakukan
perubahan posisi (ROM), yang sering membantu untuk mencegah edema dependen dan
merangsang sirkulasi, fungsi pernapasan, motilitas gastrointestinal dan sensasi
neurologi.
b)
Tingkatkan
metabolisme dengan aktivitas dalam batas kemampuan pasien.
c)
Diet
TKTP, rangsang nafsu makan dengan makanan kecil yang disukai pasien dan hidrasi
yang adekuat.
d)
Perhatikan
kebutuhan eliminasi dan toileting membantu mengurangi rasa malu dan membantu
BAK/BAB.
e)
Konsultasikan
dengan ahli terapi fisik jika pasien yang tidak mampu/ takut bergerak yang membutuhkan
latihan dan gerakan pasif.
f)
Jika
memungkinkan bawa pasien untuk berjalan-jalan keluar ruangan dengan kursi roda.
Untuk meningkatkan stimulus lingkungan dan memberikan kontak sosial dengan
orang lain.
g)
Atur
jadwal kunjungan orang terdekat untuk memberikan dukungan.
(Wong, 2012).
2.1.13
Pemeriksaan Penunjang
a) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya
patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang.
d) Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi
lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1.Biodata
Cantumkan biodata klien secara
lengkap yang mencakup
Nama :
Umur :
dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada anak-anak dan
lansia.
Jenis kelamin :
dapat terjadi pada pria dan wanita.
Pekerjaan :
beresiko tinggi pada pekerjaan yang over mobilisasi dan mengangkat beban berat.
2.Keluhan utama
Biasanya klien datang ke
tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan adanya sedikit/ terjadi keterbatasan
gerak.
3. Riwayat penyakit sekarang
Apakah pasien
terjadi cedera, fraktur, dislokasi dan dilakukan pemasangan restrain, bed rest atau penggunaan alat restraining mekanik (pemasangan traksi, gips, bidai).
4. Riwayat
psikososial
Keterbatsan gerak yang dialami pasien yang berlebihan
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman pada saat beraktivitas atau bekerja.
Rasa gelisah juga dapat mengganggu.
5. Kebiasaan
sehari-hari
Klien tidak
bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan penuh.
6. Pola Kehidupan
a)
Aktifitas/istirahat : kelemahan, ketrbatsan
gerak.
Tingkat
aktifitas sehari-hari
1.
Aktifitas apa saja yang sering
klien kerjakan sehari-hari
2.
Apakah klien dapat memenuhi
aktifitas sehari-sehari secara bebas seperti (makan, minum, berpakaian, mandi,
eliminasi, ambulasi,menggunakan kursi roda, pindah dari kasur ke kursi, keluar
masuk kamar mandi dan keluar masuk kendaraan, berkomunikasi)
3.
Kaji ketidakmampuan klien dalam
mengerjakan aktifitas sehari-hari:
a.
Apakah klien ketergantungan secara
parsial ataukah secaratotal
b.
Apakah kebuthan sehari-hari
dipenuhi oleh keluarga, teman,atau perawat atau langsung menggunakan peralatan
yang dikhusukan untuk
memenuhi kebutuhan klien
Toleransi aktifitas
1.
Kaji berapa banyak dan berapa tipe
aktifitas yang membuat klien merasa capek
2.
Apakah klien pernah merasakan
pusing-pusing, napas tersengal-sengal, tanda-tanda peningkatan frekuensi
pernapasan, atau permasalahanlain ketika melaksanakan aktifitas ringan ataupun
berat.
Latihan
(exercise)
1.
Latihan apa saja yang klien sering
lakukan untuk menjaga fitalitas tubuh?
2.
Berapa lama dan berapa klien
melaksanakan latihan tersebut
3.
Kaji apakah klien yakin dengan
latihan tersebut dapat menambahkesehatan klien? Dan suruh klien menjelaskan.
b)
Sirkulasi : edema atau kematian sel perifer.
c)
Eliminasi :
perubahan pola BAK/BAB (tidak bisa secara mandiri)
d)
Makanan/cairan : Peningkatan berat, mual,muntah
anoreksi.
e)
Pernapasan : Peningkatan frekuensi dan kedalaman
pernapasan.
f)
Nyeri/Kenyamanan :nyeri pada area yang fiksasi.
7.
Pemeriksaan fisik.
1. Mengkaji
skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (misalnya cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (misalnya cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN.
No.
|
Diagnosa Keperawatan
(NANDA)
|
Tujuan Keperawtan (NOC)
|
Rencana Tindakan
(NIC)
|
1.
|
Gangguan Mobilisasi Fisik
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan:
·
Joint Movement : Active
·
Increase Mobility Level
·
Self care : ADLs
·
Ambulasi: berjalan: mampu berjalan
dari satu tempat ke tempat lain.
·
Ambulasi: kursi roda: mampu
berjalan dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kursi roda.
·
Pelaksanaan berpindah (transfer
performance): mampu mengubah letak tubuh.
|
Latihan
Kekuatan
- Ajarkan
dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin
Latihan
untuk ambulasi
- Ajarkan
teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.
- Sediakan
alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
- Beri
penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan
mobilisasi dengan kursi roda
- Ajarkan
pada klien & keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur
atau sebaliknya.
- Dorong
klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
- Ajarkan
pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan
Keseimbangan
- Ajarkan
pada klien & keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan
Posisi Tubuh yang Benar
- Ajarkan
pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan
postur tubuh yg benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.
-
Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
|
2.
|
Risiko Cedera
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan:
·
Dapat mempersiapkan lingkungan
yang aman (misalnya penempatkan pegangan tangan di kamr mandi).
·
Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan
kerentanan terhadap cedera.
·
Menghindari cedera fisik.
|
- Identifikasi
faktor yang memengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya defisik sensori &
motorik.
- Persiapkan
lingkungan yang memungkin risiko jatuh (lantai licin, karpet sobek).
- Berikan
materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk
mencegah cedera.
- Bantu
pasien dengan ambulasi, sesuai kebutuhan.
- Sediakan
alat bantu berjalan (tongkat dan walker).
|
3.
|
Self Care Defisit
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan:
·
Klien mampu untuk melakukan
aktivitas perawtan fisik dan pribadi paling dasar.
·
Klien menunjukkan perawtan diri
tanpa adanya bantuan atau ketergantungan alat bantu.
·
Klien mampu membersihkan diri
secara mandiri.
|
-
Kaji kemampuan untuk berjalan dan menggunakan alat bantu
secara mandiri dan aman.
-
Ajarkan pasien dan keluarga tentang teknik pemindaan dan
ambulasi.berikan informasi perawtan diri kepada keluarga/ orang tua yang
penting tentang lingkungan rumah yang aman untuk pasien.
-
Kolaborasikan dengan terapi fisik dan okupasi sebagai
sumber dalam perencanaan aktivitas perawtan pasien serta mendapatkan peralatan
yang diperlukan.
-
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang mudah
dibuka.
|
4.
|
Risiko Disuse Sindrom
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan:
·
Peningkatan daya tahan tingkat
energi mampu untuk beraktivitas.
·
Peningkatan mobilitas: kemampuan
untuk bergerak sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
·
Tingkkat kesadaran individu,
berorientasi dan perhatian terhadap lingkungan.
·
Menunjukkan tingkat nyeri.
|
- Pantau
asupan nutrisi untuk memastikan sumber energi.
- Tentukan
apa dan berapa banyak aktivitas yang dibutuhkan untuk membentuk ketahanan.
- Ajarkan
pengaturan aktivitas dan teknik pengelolaan waktu untuk mencegah kelelahan.
Konsultasikan dengan tenaga fisioterapi tentang cara-cara
meningkatkan mobilitas.
|
3.4. IMPLEMENTASI
Implementasi dapat dilakukan sesuai
dengan intervensi yang sudah dipaparkan sebelumnya.
3.5 EVALUASI
Hasil
yang diharapkan saat evaluasi adalah:
1.
Mobilisasi pada pasien dapat kembali normal.
2.
Pasien idak mengalami cedera saat melakukan mobilisasi awal.
3.
Pasien dapat menunjukkan/ melakukan perawatan secara aktual
dan mandiri.
4.
Tidak terjadi sindrom disuses pada pasien.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Immobilisasi atau tirah baring adalah keadaan dimana
seseorang tidak dapat bergerak secara aktif atau bebas karena
kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas ). Misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan
sebagainya. Imobilisasi secara fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak
secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
Jenis
Imobilisasi
1. Imobilisasi fisik
2. Imobilisasi intelektual
3. Imobilisasi emosional
4. Imobilisasi social
Penyebab
Immobilisasi
1. Gangguan sendi dan tulang.
2. Penyakit Saraf
3. Penyakit Jantung atau Pernafasan
4. Gangguan Penglihatan.
5. Masa Penyembuhan
4.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan materi di atas diharapkan dapat
menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa untuk dapat diaplikasikan
dalam tindakan pelayanan keperawatan dan juga karena keterbatasan referensi
yang mendukung, untuk itu diharapkan kritik dan saran guna untuk kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta :
EGC.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Editor :
Kneale, Julia dan Peter Davis.2011.Keperawatan
Ortopedik & Trauma Edisi 2. Jakarta : EGC.
Lukman dan
Nurna Ningsih.2012. Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika.
Potter dan
Perry.2006.Fundamental Keperawatan Edisi
4 Volume 2. Jakarta
: EGC.
Price, Slyvia
A. Dan Lorraine M. Wilson.2006.Patofisiologi
Edisi 6 Volume 2.
Jakarta : EGC.
Tucker,
Susan Martin, dkk.2008.Standart Perawatan
Pasien Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer,
Suzanne C. 2002.Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3.Jakarta : EGC.
Suratun,
dkk.2008.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M.2007.Buku
Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC.
.2005.Nursing
Diagnose Handbook. Prentice Hall : Person.
Komentar
Posting Komentar