Sindroma Guillain Barre


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Sindroma Guillain Barre adalah penyakit yang menyerang radiks saraf yang bersifat akut dan yang menyebabkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah dan meluas keatas sampai tubuh dan  otot-otot wajah. Penyakit ini dapat mengancam jiwa yaitu berupa kelemahan yang dimulai dari anggota gerak distal yang dengan cepat dapat merambat ke proximal.
Nama lain dari sindroma Guillaain Barre adalah Poli radikulo neuropati inflamasi akut atau PIA. Insiden tahunan di Amerika Serikat adalah 1 sampai 2 per 100.000. Penyakit ini tidak dipengaruhi terhadap musim dan tidak endemik dapat menyerang semua golongan umur terutama pada usia 50-70 tahun, presentasi jumlah antara pria dan wanita sama.
Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan demielinisasi pada akar saraf tepi. Sampai saat ini penyebab pasti penyakit ini masih dalam perdebatan.

1.2  TUJUAN
1.  Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasein dengan GBS (Guiilian Barre Syndrome)
2.  Tujuan khusus
a.   Dapat mengetahui definisi GBS (Guiilian Barre Syndrome)
b.   Dapat mengetahui etiologi GBS (Guiilian Barre Syndrome)
c.    Dapat menjelaskan tanda dan gejala GBS (Guiilian Barre Syndrome)
d.   Dapat menjelaskan patofisiologi GBS (Guiilian Barre Syndrome)
e.    Dapat menjelaskan penalalaksanaan medis pada kasus GBS (Guiilian Barre Syndrome)
f.    Dapat memberikan asuhan keperawatan pasein dengan GBS (Guiilian     Barre Syndrome)


BAB II
KONSEP DASAR
2.1  DEFINISI
Sindrom Guillian-Barre merupakan sindrom klinik yang menyebabkan tidak diketahui yang menyangkut saraf perifer dan kranial. Paling banyak pasien-pasien dengan sindrom ini ditimbulkan oleh adnya infeksi.(Imu Peyakit Dalam)
Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. ( Bosch, 1998 )
GBS (Guillian Barre Syndrome) adalah penyakit akut atau lebih tepat subakut yang lambat laun menjadi paralitik dengan penyebab yang belum jelas, namun teori saat ini mulai terarah pada proses imunologik.
GBS (Guillian Barre Syndrome) merupakan peradangan neuritis demielinasi (disebut juga polineuropati) progresif dan akut yang mengenai sistem saraf perifer/Gangguan kelemahan neuromuskular akut yang memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan total tetapi biasanya parolisis sementara.

Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf. Kelumpuhan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat naik ke arah kranial (Ascending Paralysis).



2.2  ETIOLOGI
Teori yang berlaku sekarang menganggap GBS, merupakan suatu npenyakit autoimun oleh karena adanya antibody antimyelin yang biasannya didahului dengan faktor pencetus. Sedangkan etiologinya sendiri yang pasti belum diketahui, diduga oleh karena :
a.       Infeksi : missal radang tenggorokan atau radang lainnya
b.      Infeksi virus :measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B, Varicella zoster, Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf, coxakie)
c.       Vaksin : rabies, swine flu
d.      Infeksi yang lain : Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis, campylobacter jejuni
e.       Keganasan:Hodgkin’sdisease,carcinom,lymphoma
Dimana faktor penyebab diatas disebutkan bahwa infeksi usus dengan campylobacter jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebi9h berat. Hal ini dikarenakan strujtur biokimia dinding bakteri ini mempunyaipersamaan dengan struktur biokimia myelin pada radik, sehingga antibodyyang terbentuk terhadap kuman ini bisa juga menyerang myelin.
Pada dasarnyaguillain barre adalah “self Limited” atau bisa timbuh dengan sendirinya. Namun sebelum mencapai kesembuhan bisa terjadi kelumpuhan yang meluas sehingga pada keadaan ini penderita memerlukan respirator untuk alat Bantu nafasnya.

2.3  PATOFISIOLOGI
Gullain Barre Syndrome diduga disebabkan oleh kelainan system imun lewat mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity atau lewat antibody mediated demyelinisation. Masih diduga, mekanismenya adalah limfosit yang berubah responya terhadapantigen. Limfosit yang berubah responnya menarik makrofag ke saraf perifer, maka semua saraf perifer dan myelin diserang sehingga selubung myelin terlepas dan menyebabkan system penghantaran implus terganggu.
Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer, maka semua saraf perifer dan myelin saraf perifer, maka semua saraf dan cabangnya merupakan target potensial, dan biasannya terjadi difus. Kelemahan atau hilangnya system sensoris terjadi karena blok konduksi atau karena axor telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi. Proses remyelinisasi biasannya dimulai beberapa minggu setyelah proses keradangan terjadi.
2.4  PNP
2.5  TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)
a.       Manifestasi motorik :
·         Kelemahan otot secara ascending (dari distal ke proksimal) flaccid parolysis tanpa atropi otot
·         Penurunan atau tidak adanya reflek tendon dalam
·         Gangguan pernapasan (dyspnea, penurunan suara napas)
b.      Manifestasi sensori :
·         Paresthesis (kesemutan)
·         Nyeri (cramping)
·         Manifestasi pada syaraf kronialis :
·         Kelemahan otot muka
·         Disphagia
·         Diplopia
c.       Manifestasi pada syaraf otonom :
·         Tekanan darah yang labil
·         Disritmia jantung
·         Takikardia
Pada umumnya GBS tidak mempengaruhi tingkat kesadaran, fungsi serebral dan tanda gangguan pada pupil.
2.6  INSIDEN
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di Negara – Negara berkembang dan merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai pada dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun. Lebih sering dijumpai pada laki – laki daripada perempuan.
Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 sampai 1,9/100.000 penduduk per tahun lebih dari 50% kasus biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas. Selain yang disebutkan diatas penyakit ini dapat pula timbul oleh karena infeksi cytomegalovirus, epster-barr virus, enterovirus, mycoplasmadan dapat pula oleh post imunisasi . Akhir – akhir ini disebutkan bahwa campylobacter jejuni dapat menimbulkan GBS dengan manifestasi klinis lebih berat dari yang lain.
Guillain Bare syndrome termasuk dalam penyakit poliradikulo neuropati dan untuk membedakannya berdasarkan lama terjadinya penyakit dan progresifitas penyakit yaitu :
1. Guillain barre syndrome (GBS)
Fase progresif sampai 4 minggu
2. Subakut idiopathic polyradiculo neuropathy (SIDP)
• Fase progresif dari 4-8 minggu
• Gejala klinis :
a. Terutama motorik
b. Relative ringan tanpa : gagal pernapasan, gangguan otonomik yang jelas
• Neurofisiologi : demyelinisasi
• Biopsi : demyelinisasi ~ makrofag
3. Cronic inflammatory demyelinating polyradiculo neuropathy (CIDP)
• Fase progresif > 12 minggu
• Dibagi dalam 2 bentuk
a. Idiopathic CIDP (CIDP – 1)
b. CIDP MGUS (monoclonal gammopathy uncertain significance)
2.7  KOMPLIKASI
                    i.            Gagal pernapasan, melemahnya otot pernapasan membuat pasien beresiko tinggi terhadap hipoventilasi, dan infeksi pernapasan berulang, disfagia juga dapat timbul mengarah pada aspirasi.
                  ii.            Penyimpangan pada kardiovaskuler dapat mengakibatkan distritmia jantung atau perubahan drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda vital.
                iii.            Plasma faresis infeksi mungkin terjadi pada akses vaskuler, hipofolemia, dapat mengakibatkan hipotensi, takikardia pening dan diaforesis.
                iv.            Dekubitus
2.8  FASE PENYEMBUHAN
Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali.
Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:
  1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
  2. Fase plateau.  Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
  3. Fase penyembuhan  Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

2.9  PENATALAKSANAAN
Ventilasi mekanis untuk kegagalan pernapasan
·   Fisiotherapi dada dan penghisapan endotrakeal apabila kemampuan untuk batuk hilang dan sekresi mulai terkumpul di paru-paru
·   Pemasangan selang nasogastrik untuk pemberian makanan, bila pasien tidak dapat menelan
·   Analgesik untuk mengatasi rasa nyeri, selama periode penyembuhan
·   Terapi fisik untuk memulihkan kekuatan otot, dimulai bila px menunjukan tanda-tanda pemulihan
·   Plasmaferesis (pertukaran plasma untuk tujuan terapeutik)
·   Pemberian penyekat-beta untuk mengatasi hipertensi
·   Pemantulan EKG secara terus-menerus
·   Terapi intravena untuk meningkatkan volume cairan dan memperbaiki hipotensi
2.10 DIAGNOSTIK TEST
·   Analisis fungsi lumbal menunjukkan peningkatan protein CSS dan jumlah sel darah putih rendah
·   Pemeriksaan elektrofisiologis menunjukkan pelambatan velositas konduksi saraf, menunjukkan demielinasi
·   Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal
·   Uji fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat ditetapkan nilai dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit
·   Foto ronsen : dapat memperlihatkan perkembangannya tanda-tanda dari gangguan pernapasan, seperti atelektosis, pneumonia
·   Pemeriksaan fungsi paru dapat menunjukkan adanya penurunan kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi





















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1  Pengkajian
a.                   Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
b.                  Keluhan utama : kelumpuhan dan kelemahan
c.                   Riwayat keperawatan : sejak kapan, semakin memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama menderita penyakit.
d.                  Pemeriksaan Fisik
Ø  B1 (Breathing)
Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas vital / paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret.
Ø  B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.
Ø  B3 (Brain)
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.
Ø  B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
Ø  B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.
3.2  Prioritas Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih, sumbatan tidak terjadi
Kriteria hasil : Menunjukkan jalan napas adequat dengan ditandai tanda-tanda syok tidak ada, TTV normal, dll.
Intervensi
Rasional
1.  Monitor TTV
-   Adanya perubahan perfusi jaringan otak dapat menyebabkan terjadinya perubahan tanda-tanda vital : TD↓, RR↑
2.  Tinggikan posisi kepala di tempat tidur sesuai toleransi
-   Meningkatnya ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi paru untuk kebutuhan seluler.
3.  Awasi upaya pernafasan, auskultasi bunyi nafas : perhatikan bunyi nafas adventisius.
4.  Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
5.  Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai dengan indikasi.
6.  Ajarkan untuk menghindari penggunaan bantalan penghangat/botol air panas.
7.  Kolaborasikan untuk pemberian PRC.Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
8.  Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
-   Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
-   Iskemia seluler mempengaruhi jaringan mio kardal /potensial  resiko inflan.
-   Kenyaman pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebiha pencetus vasodilatasi.
-   Termoreseptor jaringan deral dangkal karena gangguan oksigen.



-Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen:memperbaiki difisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.
-Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

2) Kebutuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kesulitan mengunyah, menelan, kelelahan, paralisis ekstremitas.
Kriteria Hasil : Intake makanan sesuai kebutuhan, tidak terjadi aspirasi saat makan, tidak terjadi tanda-tanda kurang nutrisi, pasien toleran terhadap makanan parenteral/personde, dengan residu minimal
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji kemampuan menelan dan mengunyah, fungsi motorik pada ektremitas.
-identifikasi kemampuan makan pasien
2
Monitor intake dan output nutrisi
-   menentukan adekuatnya kebutuhan nutrisi pasien
3
Kaji tanda-tanda kurang gizi : anemis, nilai albumin, Hb.
-   Mengawasi penurunan BB atau efektifitas intervensi nutrisi
4
Observasi dan mencatat kejadian mual / muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan
-   Gejala GI menunjukkan efek anemia (Hipoksia) pada organ
5



Berikan dan bantu higiene mulut yang baik


-   Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri meminimalkan kemungkinan infeksi

6
Konsul pada Ahli Gizi
-   Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.

3) Intoleransi Aktivitasi b/d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan supali oksigen (O2) serta adanya kontaktur muskulosekeletal
Tujuan : Intoleransi terhadap aktivitas akan teratasi
Kriteria hasil : Menujukkan peningkatan toleransi aktivitas
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji kemampuan Px untuk melakukan tugas
-   Mempengaruhi pilihan intervensi / bantuan
2
Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
-   Menunjukkan perubahan hemolegi karena defisiensi Vit B12 mempengaruhi keamanan Px / resiko cidera
3
Monitor TTV
- Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah O2 adekuat ke jaringan
4
Ubah posisi Px dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
-Hipotensi postural / hipoksio serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cidera
5
Beri bantuan dalam ambulasi
-Membantu meningkatkan harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri
6
Mengajukan Px untuk menghentikan aktivitas bila polipitas nyeri dada, nafas peridek kelemahan atau pusing terjadi
-Regangan / stress kardiopulmonal berlebihan / stress dapat menimbulkan dekonsasi / kegagalan.

4) Konstipasi atau diare b/d kehilangan sensasi dan refleks anal (anal immobile)
Tujuan : membuat kembali pola normal dari fungsi usus
Kriteria hasil : Mempertahankan pola elimanasi unsus tanpa ileus
No
Intervensi
Rasional
1


Observasi,warna feses,konsistensi, frekwensi,dan jumlah

Membantu mengidentifikasi penyebab/factor pemberat dan intervensi yan tepat.
2
Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan
Dapat mengidentifikasi dehidrasi,kehilangan berlebihan/alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet.

3
Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2000ml/hari(tentunya jika pasien dapat menelan).
Dapat melembekkan feses dan memfasilitasi eliminasi.

4

5
Hindari makanan yang membentuk gas
Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi serat
Menurunkan distress gastric dan distensi abdomen.


Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal.
6
Berikan obat  pelembek feses,stimulan ringan
Mencegah konstipasi, menurunkan distensi abdomen, dan membantu dalam keteraturan fungsi defekasi.
7
Pasang selang NGT jika ada kebutuhan
Menurunkan mual dan muntah dan melakukan dekompensasi pada distensi abdomen yang berhubungan dengan hilangnya peristaltik, munculnya ileus paralitik.

5) Gangguan Integritas Kulit b/d dekubitus berhubungan dengan kelemahan otot, paralisis, gangguan sensasi, perubahan nutrisi, inkontenensia.
Tujuan : mempertahankan integritas kulit
Kriteria Hasil   : Warna kulit dalam ambang normal dan tidak adanya luka dekubitus.
No
Intervensi
Rasional
1



Kaji integritas kulit,catat perubahan pada turgor, gangguan warna,hangat local,eritema,ekskoriasi

-Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi,nutrisidanimobilisasi.



2
Ubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di tempat tidur

-Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia/atau mempengaruhi hipoksia seluler.

3
Bantu bererak pasif atau aktif

-Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.

4
Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih.Batasi pengunaan sabun

-Sabun dapat mengeringkan kuliat secara berlebihan dan mengakibatkan iritasi.

5
Gunakan alat pelindung, mis. Kasur tekanan udara/air.
-Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.

6) Nyeri (akut) b/d Kerusakan neuromuskular (parestesia)
    Tujuan : nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang
No
Intervensi
Rasional
1

2



3


4

5
Selidiki keluhan nyeri

Awasi tanda verbal, pantau petunjuk non verbal, mis; tegangan otot gelisah

Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress

Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan ekstrimitas dengan bantal/bantalan
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat analgesik.
Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi

Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan intervensi.

Meningkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan koping.

Dapat menurunkan ketidak nyamanan tulang/sendi.

Menurunkan tegangan otot dan kontrol nyeri adekuat.

7) Defisit Pengetahuan b/d penyakit, pengobatan, prognosis dan perawatannya.
Tujuan : keluarga mengerti dan memahami
Kriteria Hasil : - Memulai perilaku yang diperlukan / perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi.
                         -  Orang tua dan pasien dapat mengetahui tentang penyakit anaknya tanda dan pengobatan
                         - Orang tua dapat kooperatif dan mampu merawat anak dirumah
No
Intervensi
Rasional
1
Berikan informasi tentang penyakit pasien.
-       Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat.

2
Diskusikan pentinganya menjalani terapi pengobatan.

-       Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
3
Mendorong latihan ROM dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.

-       Mencegah demineralisasi tulang dan dapat mengurangi risiko patah tulang. Aids dalam mempertahankan tingkat resistensi dan mengurangi kebutuhan oksigen.

4
Beritahu pasien serta keluarga untuk menghidari faktor pencetus penyakitnya.
-       Screening saraf perlu ditingkat untuk menghindari faktor pencetus.
5
Kolaborasi dengan psikolog untuk membantu mengeluarkan/dapat mengekspresikan perasaan pasien.
-       Berbagi perasaan kepada orang terdekat mampu meminimalisir stress serta beban pikiran.

8)Gangguan Pola Napas berhubungan dengan Kelemahan otot pernapasan atau paralisis, berkurangnya refleks batuk, immobilisasi.
Tujuan : Membuat / mempertahankan pola pernafasan efektif melalui ventilator
Kriteria Hasil : Tidak terdapat sianosis , Saturasi oksigen dalam rentang normal
No
Intervensi
Rasional
1
Selidiki Etiologi gagal pernapasan

-Pemahaman penyebab masalah pernapasan penting untuk perawatan pasien
2
Observasi pola napas. Catat frekuensi pernapasan , jarak antara pernafasan spontan dan napas ventilator

-   Pasien pada ventilator dapat mengalami hiperventilasi /hipoventilasi , dispnea / lapar udara dan berupaya memperbaiki kekurangan dengan bernapas berlebihan
3
Auskultasi dada secara periodik catat adanya / tak adanya dan kualitas bunyi napas , bunyi napas tambahan , juga simetrisitas gerakan dada
-Memberikan informasi tentang aliran udara melalui trakeobronkial dan adanya /tidak adanya cairan
4
Periksa selang terhadap obstruksi . Contoh terlipat atau akumulasi air . Alirkan selang sesuai indikasi , hindari aliran ke pasien atau kembali kedalam wadah

-   Lipatan selang mencegah penerimaan volume adekuat dan meningkatkan tekanan jalan napas . Air mencegah distribusi gas dan pencetus pertumbuhan bakteri
5



Periksa fungsi alaram Ventilator, Jangan matikan alaram , meskipun untuk penghisapan, Yakinkan bahwa alaram terdengar ke kantor perawat


-Sangat penting apabila terdapat tanda- tanda distres pernafasan atau henti napas
6
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemantauan terhadap GDA, oksimetri nadi secara teratur
-   Menentukkan keefektifan dari ventilasi sekarang dan kebutuhan untuk/keefektifan dari intervensi.

9)Gangguan Perfusi Jaringan b/d Hipovolemia
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan pada pasien berkurang bahkan tidak ada.
Kriteria Hasil   : Mempertahankan perfusi dengan TTV stabil, disritmia jantung terkontrol bahkan tidak ada.
No
Intervensi
Rasional
1
Observasi TTV dan catat

- Adanya perubahan perfusi jaringan otak dapat menyebabkan terjadinya perubahan tanda-tanda vital : TD↓, RR↑
2
Ukur TD, catat adanya fluktuasi. Observasi adanya hipotensi postural.

-   Perubahan pada TD (hipertensi/hipotensi)terjadi sebagai akibat dari kehilangan alur dari saraf simpatis untuk mempertahankan tonus vaskular perifer.
3
Pantau frekuensi jantung dan iramanya dan catat.
-Sinus takikardi/brakikardi dapat berkembang sebgai akibat dari gangguan saraf autonom simpatis/tidak adanya hambatan terhadap refleks vagal yang menyebabkan henti jantung.
4
Tinggikan sedikit kaki tempat tidur. Berikan latihan pasif pada lutut/kaki.

-   Kehilangan tonus vaskular dan vena yang statis meningkatkan risiko terbentuknya formasi trombus.
5



Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian cairan IV dan heparin sesuai indikasi


-Mungkin diperlukan untuk mencegah hipovolemi/hipotensi dengan hati-hati sebab pasien dengan gangguan tonus vaskuler mungkin sensitif adanya peningkatan sirkulasi.Heparin diggunakan menurunkan risiko tromboflebitis.

10)Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah, menelan, kelelahan, paralisis ekstremitas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan BB naik, tidak terjadi malnutrisi, intake makanan sesuai kebutuhan, tidak terjadi aspirasi saat makan, pasien toleran terhadap makanan parenteral/personde, dengan residu minimal
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji kemampuan menelan dan mengunyah, fungsi motorik pada ektremitas
-Kelemahan otot dan refleks yang hipoaktif dapat mengidentifikasi kebutuhan akan metode makan alternatif seperti melaluiselang NG dsb.
2
Auskultasi bising usus.evaluasi adanya distensi abdomen.

-   Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai aibat dari paralisis/imobilisasi.
3
Catat masukan kalori setiap hari
-Mengidentifikasi kekurangan makanan dan kebutuhan.
4
Tanyakan makan yang disukai oleh pasien

-   Meningkatkan rasa kontrol dan mungkin dapat meningkatkan usahu untuk makan.
5



Anjurkan untuk makan sendiri jika memungkinkan.


-Derajat hilangnya kontrol motorik mempengaruhi kemampuan untuk makan sendiri.  
6
Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi kalori/protein nabati.
-   Makanan suplementasi dapat meningkatkan pemasukan nutrisi.

11)Kerusakan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Tujuan : Untuk mempertahankan posisi fungsi dengan tak ada komplikasi ( kontraktur , dekubitus )
Kriteria Hasil : Klien dapat meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang sakit, mendemostrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktivitas yang diinginkan.
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji kekuatan motorik / kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala 0-5.
- Menentukan perkembangan/ munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan / harapan pasien
2
Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman . Lakukan perubahan posisi dengan jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual
-   Menurunkan kelelahan , meningkatkan relaksasi . Menurunkan resiko terjadinya iskemia / kerusakan pada kulit
3
Sokong ekstrimitas dan persendian dengan bantal

- Mempertahankan ekstrimitas dalam posisi fisiologis , mencegah kontraktur.
4
Anjurkan untuk melakukan latihan yang terus dikembangkan dan bergantung pada toleransi secara individual

-   Kegiatan latihan pada bagian tubuh yang terkena yang ditingkatkan secara bertahap / terprogram , meningkatkan fungsi organ secara normal dan memiliki efek psikologis yang positif
5



Konfirmasikan dengan / rujuk kebagian terapi fisik / terapi okupasi


- Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara individual /latihan terkondisi dan program latihan berjalan dan mengidentifikasi alat bantu untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari- hari.
12) Gangguan Eliminasi Urinaria b/d kehilangan sensasi dan refleks sfingter.
Tujuan :  Tidak ada keluhan terhadap eliminasi urine.
Kriteria Hasil   : Dapat mengeliminasikan urine tanpa keluhan, menunjukkan konsistensi urine yang normal.
No
Intervensi
Rasional
1
Catat frekuensi dan jumlah berkemih
- Memberikan informasi selama pengkajian dari fungsi kandung kemih.
2
Lakukan palpasi abdomen untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih
-   Jika refleks sfingter tidak ada, kandung kemih akan penuh dan selanjutnya akan menjadi distensi.
3
Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2000ml/hari
- Mempertahankan laju filtrasi glomerulus dan menurunkan risiko infeksi dan pembentukan batu pada saluran perkemihan.
4
Lakukan kateterisasi pada residu urine sesuai kebutuhan

-   Memantau keefektifan dari pengobatan kandung kemih.

13) Ansietas b/d Ancaman kematian/perubahan dalam status kesehatan
Tujuan : Ansietas pada pasien berkurang bahkan tak dirasa lagi
Kriteria Hasil   : Mendemonstrasikan rentang perasaan yang tepat dan berkurangnya rasa takut, wajah pasien tampak rileks.
No
Intervensi
Rasional
1
Tempatkan pasien dekat ruang perawat, periksa secara teratur.
-memberikan keyakinan bahwa bantuan segera dapat diberikan jika pasien secara tiba-tiba menjadi tidak memiliki kemampuan.
2
Berikan perawatan prmer/hubungan staf perawat yang konsisten

-   Meningkatkan saling percaya pasien dan membantu untuk menurunkan kecemasan.
3
Berikan bentuk komunikasi alternatif jika diperlukan
-Menurunkan perasaan tidak berdaya dan perasaan terisolasi.
4
Berikan penjelasan singkat tentang perawatan, rencana perawatan dengan pasien termasuk orang terdekat.
-   Pemahaman yang baik dapat meningkatkan kerjasa pasien.
   3.4 Discharge Planning
a.       Aktivitas
Ø  Ingatkan pasien untuk mengubah posisi dengan perlahan untuk meminimalkan perubahan TD ortostatik.
Ø  Bantu keluarga mengidentifikasi lembaga komunitas setempat yang dapat membantu kegiatan positif pasien. Dan tekankan perlunya rujukan atau kontrol kesehatan ke rumah sakit secara teratur.
Ø  Implementasikan tindakan keselamatan, seperti memasang pagar tempat tidur dan pegangan tangan, meninggikan dudukan toilet.
Ø  Dorong partisipasi maksimal pasien dalam aktivitas perawatan diri.
b.      Diet
Ø  Berikan diet TKTP, reguler/ lunak sesuai toleransi.
Ø  Anjurkan kepada keluarga pasien untuk menimbang BB tiap minggu.
c.       Informasi umum
Ø  Dorong ekpresi emosi tentang ansietas, frustasi, dan rasa takut.
Ø  Pertahankan fokus pada fungsi tubuh yang masih ada.














BAB IV
PENUTUP
A.                Kesimpulan
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di Negara – Negara berkembang dan merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai pada dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun. Lebih sering dijumpai pada laki – laki daripada perempuan.
GBS menyerang pasa persarafan perifer. Di halaman sebelumnya kami juga menyantumkan asuhan-asuhan keperawatan apa saja yang perlu kita laksanakan untuk membantu pasien dengan GBS.














DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson.1995.Patofisiologi.Jakarta:EGC.
Sudoyo, Aru W.dkk.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta Pusat:Internal Publishing.
T. Heather H.2011.Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan 2009-2011. Jakarta:EGC.
Tucker, Susan Martin.dkk..2008.Standart Perawatan Pasien edisi 7 Vol.2. Jakarta:EGC.
Wilkinson, Judith M.dkk.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC.
_____________________.2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:EGC.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

ABORTUS

ISOLASI SOSIAL

ChorioCharsinoma